Rabu, 14 Desember 2011

Calistung dan Kemampuan Berbahasa dan Kemampuan Kognitif anak TK/RA

1. Media Permainan Calistung
a. Pengertian Media Pembelajaran
Media berasal dari bahasa latin “medium”yang berarti perantara atau pengantar. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar pada siswa. Media pembelajaran diharapkan tidak sekedar menjadi pelengkap dalam pembelajaran, tetapi diharapkan akan dapat menjadi sumber pembelajaran yang memiliki arti sangat erat dengan tujuan pembelajaran.
Rossi dan Breidle (1966) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku, koran, majalah dan sebagainya. Menurut Oemar Hamalik (2003:202-203) media dalam pembelajaran adalah media belajar siswa yang memiliki kemampuan, mengetengahkan bagian tertentu yang dianggap penting dari suatu kesatuan atau benda, memberikan pengganti pengalaman langsung mendekatkan obyek yang sulit atau berbahaya, memberikan keseragaman segi pengamatan siswa, menyajikan pembedaan (misalnya warna) secara visual, menyajikan informasi yang berupa gerakan, suatu proses atau kegiatan.
Menurut Gagne, media pembelajaran adalah jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang mereka untuk belajar. Briggs berpendapat bahwa media pembelajaran merupakan alat untuk memberikan perangsang bagi siswa agar terjadi proses belajar.
b Manfaat Media Pembelajaran
Secara umum manfaat media pembelajaran adalah untuk memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga kegiatan pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Sedangkan manfaat khusus media pembelajaran menurut Kamp dan Dayton (1985) sebagai berikut:
1. Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan
2. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik
3. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif
4. Efisiensi dalam waktu dan tenaga
5. Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa
6. Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja
7. Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar
8. Merubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif
Manfaat media pendidikan secara praktis sebagai berikut:
1. Media dapat membuat materi pelajaran yang abstrak menjadi lebih konkrit
2. Media juga dapat mengatasi kendala keterbatasan ruang dan waktu
3. Media dapat membantu mengatasi keterbatasan indera manusia
4. Media juga dapat menyajikan objek pelajaran berupa benda atau peristiwa langka dan berbahaya ke dalam kelas
5. Informasi pelajaran yang disajikan dengan media yang tepat akan memberikan kesan mendalam dan lebih lama tersimpan pada diri siswa.
c. Media Permainan
Bagi anak-anak usia RA/TK, bermain merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keseharian mereka, termasuk saat proses belajar di sekolah. Melalui kegiatan bermain yang dilakukan anak, guru akan mendapat gambaran tentang tahap perkembangan dan kemampuan umum si anak (Padmonodewo 2001:103).
Secara umum permainan di RA/TK bertujuan agar anak mengetahui dasar-dasar pembelajaran berhitung, sehingga pada saatnya nanti anak akan lebih siap mengikuti pembelajaran berhitung pada jenjang selanjutnya yang lebih kompleks (Depdiknas, 2003:226).
Namun demikian media permainan yang diterapkan pada anak RA/TK juga memiliki beberapa kekurangan yaitu:
1. Setiap media yang digunakan untuk anak TK masih memerlukan penjelasan guru.
2. Persiapan dan perencanaan harus dilakukan sebaik mungkin sebelum media digunakan agar perhatian anak tidak jauh dari media yang akan digunakan.
3. Pengoperasian media yang menggunakan listrik tentu akan menyalahi syarat-syarat media untuk anak TK.
4. Sebagian besar media yang tidak menggunakan listrik adalah media diam (still image) sehingga cenderung membosankan anak TK.
5. Jika disajikan terlalu panjang biasanya anak-anak menjadi bosan mengikutinya.
6. Memerlukan perawatan ekstra, karena bahan-bahan yang digunakan pada umumnya mudah rusak.
7. Waktu pembuatan media non listrik relatif lama dan biasanya hanya bisa dibuat dengan cara manual.
8. Tidak dapat diproduksi secara cepat dan tidak dapat sama dengan lainnya.
9. Relatif kurang memiliki efek dinamis.
Berdasarkan hal-hal yang diuraikan tersebut, maka media permainan bagi anak TK harus memenuhi syarat-syarat:
1. Menarik atau menyenangkan, baik warna maupun bentuknya
2. Bentuknya tumpul (tidak tajam)
3. Ukuran disesuaikan dengan anak usia TK
4. Tidak membahayakan anak
5. Dapat dimanipulasi (dikembangkan)
d. Calistung
Calistung merupakan kependekan dari kata, “membaca (ca), menulis (lis), berhitung (tung)”. Dari akhir rangkaian kata tersebut menjadi kata baru yaitu Calistung. Pengembangan membaca dan menulis dan berhitung, melalui bentuk permainan di Taman Kanak-kanak bertujuan:
1. Mendeteksi/melacak kemampuan awal membaca dan menulis anak
2. Mengembangkan kemampuan menyimak, menyimpulkan dan mengkomunikasikan berbagai hal melalui berbagai bentuk gambar dan permainan.
3. Melatih kelenturan motorik halus anak melalui bentuk pemainan oleh tangan dalam rangka mempersiapkan anak mampu membaca dan menulis (Depdiknas, 2003:167).
Kemampuan membaca ditentukan oleh perkembangan bahasa, sedangkan kemampuan menulis ditentukan oleh perkembangan motoriknya. Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi seorang anak untuk mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya. Anak-anak yang memiliki kemampuan berbahasa yang baik umumnya memiliki kemampuan dalam mengungkapkan pemikiran, perasaan serta tindakan interaktif dengan lingkungannya.
Membaca merupakan kegiatan yang melibatkan unsur auditif (pendengaran) dan visual (pengamatan). Kemampuan membaca dimulai ketika anak senang mengeksplorasi buku dengan cara memegang atau membolak-balik buku.
Menulis merupakan ekspresi/ungkapan dari bahasa lisan ke dalam suatu bentuk goresan/coretan. Dalam melaksanakan permainan membaca dan menulis, peran lingkungan sangat menentukan strategi pembelajaran
Permainan berhitung di TK tidak hanya terkait dengan kemampuan kognitif saja, tetapi juga kesiapan mental sosial dan emosional, karena itu dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara menarik, bervariasi dan menyenangkan.
Permainan berhitung merupakan bagian dari matematika, diperlukan untuk menumbuh kembangkan keterampilan berhitung yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, terutama konsep bilangan yang merupakan juga dasar bagi pengembangan kemampuan matematika maupun kesiapan untuk mengikuti pendidikan dasar.

2. Pengembangan Kemampuan Berbahasa dan Kemampuan Kognitif
a. Pengembangan Kemampuan Berbahasa
Pengembangan kemampuan bahasa bertujuan agar anak mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, mampu berkomunikasi secara efektif dan membangkitkan minat untukdapat berbahasa Indonesia (Depdiknas, 2006:5).
b. Pengembangan Kemampuan Kognitif
Pengembangan kognitif adalah suatu proses berpikir berupa kemampuan untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan sesuatu. Dapat duga dimaknai sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah atau untuk mencipta karya yang dihargai dalam suatu kebudayaan. Pengembangan kognitif merupakan perwujudan dari kemampuan primer yaitu:
a. Kemampuan berbahasa (verbal comprehension)
b. Kemampuan mengingat (memory)
c. Kemampuan nalar atau berpikir logis (reasoning)
d. Kemampuan tilikan ruang (spatial factor)
e. Kemampuan bilangan (numerical ability)
f. Kemampuan menggunakan kata-kata (world fluency)
g. Kemampuan mengamati dengan cepat dan cermat (perceptual speed).
Dalam perkembangan anak, terdapat beberapa ciri perkembangan kognitif, antara lain:
a. Berpikir lancar, yaitu menghasilkan banyak gagasan atau jawaban yang relevan dan arus pemikiran lancar.
b. Berpikir luwes, yaitu menghasilkan gagasan-gagasan yang beragam, mampu mengubah cara atau pendekatan dan arah pemikiran yang berbeda-beda.
c. Berpikir rasional, yaitu memberikan jawaban yang tidak lazim atau lain dari yang lain yang jarang diberikan kebanyakan orang lain.
d. Berpikir terperinci (elaborasi), yaitu mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan, memperinci detail-detail dan memperluas suatu gagasan.
3. Terdapat Peningkatan Media Permainan “Calistung” Terhadap Kemampuan Bahasa
Mendeteksi atau melacak kemampuan berbahasa anak merupakan langkah awal dalam memahami perkembangan bahasa anak secara individual, termasuk di dalamnya mendeteksi kemampuan membaca dan menulis. Dalam hal ini guru dapat melakukannya sejak minggu-minggu awal anak memasuki pendidikan di TK.
Sebagaimana prinsip pembelajaran di TK, agar lebih menarik perhatian, guru dapat membuat gambar dan kata tersebut menjadi sebuah permainan yang sesuai dengan karakteristik minat anak. Sehingga anak tidak mudah bosan, dan proses belajar terkesan sebagai bermain, atau belajar seraya bermain. Sebaliknya, tanpa media permainan, anak akan cepat bosan dan bahkan sama sekali tidak tertarik untuk melakukan apa yang diminta guru. Bahkan jika guru tidak cermat akan menjuru ke arah pembelajaran yang memaksa anak melalui kegiatan yang tidak disukainya. Akibat jangka panjangnya adalah memasung kreatifitas anak, baik kreatifitas berfikir maupun sosial emosionalnya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan media calistung diduga sesuai dengan kebutuhan belajar anak, khususnya dalam pengembangan kemampuan bahasa.

4. Peningkatan Penggunaan Media Permainan “Calistung” Terhadap Kemampuan Kognitif
Pada anak usia 3-4 tahun minat anak terhadap angka umumnya sangat besar. Di sekitar lingkungan kehidupan anak berbagai bentuk angka ditemui dimana-mana, misalnya pada jam dinding, mata uang, kalender, bahkan pada kue ulang tahun. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa angka telah menjadi bagian kehidupan sehari-hari.
Permainan berhitung merupakan bagian dari matematika, diperlukan untuk menumbuh kembangkan keterampilan berhitung yang sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari, terutama konsep bilangan yang merupakan dasar bagi pengembangan kemampuan matematis. Selain itu permainan berhitung juga diperlukan untuk membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin pada diri anak.
Agar tujuan-tujuan tersebut di atas dapat tercapai, maka guru harus menciptakan pembelajaran yang menyenangkan agar anak merasa belajar berhitung bukan sesuatu yang sulit. Guru sebagaimana yang dilakukan dalam pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan bahasa, dilakukan menggunakan bantuan media permainan. Melalui media permainan, anak akan merasa senang bahkan menganggap permainan berhitung tidak lebih sulit dari kemampuan bahasa.
Sebaliknya, jika pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berhitung dilakukan dengan tanpa media permainan, anak akan merasa bosan dan terkesan pembelajaran berhitung itu sulit. Sehingga anak justru enggan untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar lanjutannya.
B. Pemecahan Masalah
Terkait dengan rumusan masalah pada bab yang terdahulu dan juga analisa seperti tersebut diatas, maka pemecahan masalah sebagai berikut:
Guru dalam melaksanakan pebelajaran di RA Tarbiyatussibyan dalam meningkatan media Calistung terhadap Perkembangan Kemampuan Berbahasa dan Kognitif Anak Kelompok A RA Tarbiyatussibyan Boyolangu Tulungagung Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2011/2012 adalah sebagai berikut:
1. Guru senantiasa menyiapkan perangkat pembelajaran/rancangan persiapan pembelajaran, dan menyediakan media yang mudah dan dapat dimengerti anak didik, serta sesuai dengan materi pembelajaran yang sedang berlangsung
2. Media yang digunakan untuk mengetahui kemampuan membaca anak, penulis menggunakan kartu huruf dan gambar.
Untuk mengetahui kemampuan membaca anak guru/penulis menggunakan media yang berupa kartu huruf dan gambar, dengan demikian anak dapat mengenal gambar dengan demikian anak akan mengenal huruf-huruf yang menjelaskan gambar tersebut, misalnya gambar Masjid, kuda, mobil, anggota tubuh dan lain lain, dan dibawah gambar terdapat huruf-huruf yang menunjukkan gambar tersebut. sehingga anak dapat dengan mudah mengingat dan selanjutnya terbiasa terhadap bentuk huruf dan bunyi huruf tersebut.
1. Media yang digunakan untuk mengetahui kemampuan menulis anak, anak diberi tugas menebali kata dan kemudian anak diberi tugas menulis sesuai kata yang telah disediakan oleh guru/penulis
Peningkatan media Calistung terhadap Perkembangan Kemampuan Berbahasa dan Kognitif Anak Kelompok A RA Tarbiyatussibyan Boyolangu, maka seorag guru mempersiapkan alat pembelajaran yang berupa media pembelajaran, dan anak didik menyiapkan alat tulis, selanjutnya guru membimbing tata cara memegang alat tulis, dan meniru tulisan yang sudah ditunjukkan guru untuk di turun kemudian diucapkan berkali-kali. Agar lebih mengakl huruf yang ditulis anak itu sendiri
2. Media yang digunakan untuk mengetahui kemampuan berhitung anak, anak diberi tugas mengambil angka yang ada di kotak angka secara acak.
Dalam hal ini seorang guru sebelumnya mempersiapkan rancangan pembelajaran, yang lengkap dengan metode yang akan digunakan dalam pembelajaran serta media yang akan digunakan, dala tahapan ini guru telahmempersiapkan media calistung yang dimasukkan dalam wadah tertentu kemudian secara acak anak mengambil satu, selanjutnya anak diminta menyebutkan/membaca apa yang mereka ambil tersebut. begitu juga seterusnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi VI. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Bungin, Burhan. 2006. MetodologiPenelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Catatan Mata Kuliah Statistika

Departemen Pendidikan Nasional. 2007a. Pedoman Pembelajaran Bidang Pengembangan Bahasa di Taman Kanak-kanak. Jakarta.

____________________________. 2007b. Pedoman Pembelajaran Bidang Pengembangan Kognitif di Taman Kanak-kanak. Jakarta.

____________________________. 2007c. Pedoman Pembelajaran Membaca dan Menulis Permulaan di Taman Kanak-kanak. Jakarta.

____________________________. 2007d. Pedoman Pembelajaran Permainan Berhitung Permulaan di Taman Kanak-kanak. Jakarta.

Faisal, Sanafiah. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Usaha Cipta.

Panduan Pulisan skripsi STKIP PGRI Tulungagung.

Panduan Penelitian Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Jember.

Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

MENGENAL MUHAMMADIYAH LEBIH DEKAT

MENGENAL MUHAMMADIYAH LEBIH DEKAT
Hamdani

A. PROLOG
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan .
Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik “jumud”, bid’ah sesat, khurafat dan tahayul, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.
Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha". Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim dan sampai saat ini dipimpn oleh Dr. Din Samsudin.

B. Visi Ideal Muhammadiyah
Terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

C. Misi Ideal Muhammadiyah
1. Menegakkan Tauhid yang murni berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah.
2. Menyebarluaskan dan memajukan Ajaran Islam yang bersumber pada Al-Quran dan As-Sunnah yang shahihah/maqbulah.
3. Mewujudkan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat.

D. Untuk mencapai visi dan misi Maka Muhammadiyah
1. Meningkat dan berkembangnya organisasi dan jaringan untuk menjadi gerakan Islam yang maju, profesional, dan modern.
2. Meningkat dan berkembangnya sistem gerakan dan amal usaha yang unggul dan mandiri bagi terciptanya kondisi dan faktor-faktor pendukung terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
3. Meningkat dan berkembangnya peran strategis Muhammadiyah dalam kehidupan umat, bangsa, dan dinamika global.

E. Persyarikatan Muhammadiyah
Suatu organisasi keagamaan modern terdepan dalam berinovasi mengikuti perkembangan jaman. Yang mempunyai kepemimpinan yang rapi sejak dari pedesaan (PRM), Kecamatan(PRM), Kabupaten(PDM), Provinsi (PWM), dan Pusat (PPM).
Muhammadiyah mempunyai organisasi otonom (Ortom) dari tingkat pusat sampai Pedesaan /Ranting. Yaitu: Aisyiyah (kaum Ibu), Nasyiatul Aisyiyah (kaum muda perempuan), Pemuda Muhammadiyah (Pemuda Pria), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Tapak suci Putra Muhammadiyah, dan Pandu Hizbul Wathan (Pandu HW)
Untuk mewujudkan visi dan misi persyarikatan Muhammadiyah sejak dari tingkat ranting hingga pusat mempunya majlis-majlis: Majelis Tarjih dan Tajdid, Majelis Tabligh, Majelis Pendidikan Tinggi, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah, Majelis Pendidikan Kader, Majelis Pelayanan Sosial, Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan, Majelis Pemberdayaan Masyarakat, Majelis Pembina Kesehatan Umum, Majelis Pustaka dan Informasi, Majelis Lingkungan Hidup, Majelis Hukum Dan Hak Asasi Manusia Majelis Wakaf dan Kehartabendaan

Dan juga mempunyai lembaga-lembaga yaitu: Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting, Lembaga Pembina dan Pengawasan Keuangan, Lembaga Penelitian dan Pengembangan, Lembaga Penanganan Bencana, Lembaga Zakat Infaq dan Shodaqqoh, Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik, Lembaga Seni Budaya dan Olahraga, Lembaga Hubungan dan Kerjasama International

F. Amal Usaha Persyiarktan Muhammadaiyah

Sejarah menunjukkan bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dalam rentang usia satu abad telah berkhiprah optimal untuk memajukan kehidupan umat Islam dan bangsa Indonesia, yang memberi makna bagi kehidupan umat manusia pada umumnya. Muhammadiyah telah berjuang melalui gerakan dakwah dan tajdid dalam usaha pembinaan kehidupan beragama sejalan dengan Al-Quran dan Sunnah Nabi serta melakukan usaha-usaha pembaruan kemasyarakatan melalui pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan sosial, pemberdayaan masyarakat, peran politik kebangsaan, dan sebagainya, yang merupakan perwujudan untuk membentuk masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dan menghadirkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.

Dalam bidang pendidikan hingga tahun 2010 Muhammadiyah memiliki 4.623 Taman Kanak-Kanak; 6.723 Pendidikan Anak Usia Dini; 15 Sekolah Luar Biasa; 1.137 Sekolah Dasar; 1.079 Madrasah Ibtidaiyah; 347 Madrasah Diniyah; 1.178 Sekolah Menengah Pertama; 507 Madrasah Tsanawiyah; 158 Madrasah Aliyah; 589 Sekolah Menengah Atas; 396 Sekolah Menengah Kejuruan; 7 Muallimin/Muallimat; 101 Pondok Pesantren; serta 3 Sekolah Menengah Farmasi. Dalam bidang pendidikan tinggi, sampai tahun 2010, Muhammadiyah memiliki 40 Universitas, 93 Sekolah Tinggi, 32 Akademi, serta 7 Politeknik. Dalam bidang kesehatan, hingga tahun 2010 Muhammadiyah memiliki 71 Rumah Sakit Umum; 49 Rumah Sakit Bersalin/Rumah Bersalin; 117 Balai Pengobatan/Balai Kesehatan Ibu dan Anak; 47 Poliklinik, Balkesmas, dan layanan kesehatan lain. Lalu, dalam bidang kesejahteraan sosial, hingga tahun 2010 Muhammadiyah telah memiliki 421 panti asuhan yatim, 9 panti jompo, 78 Asuhan Keluarga, 1 panti cacat netra, 38 santunan kematian, serta 15 BPKM. Dalam bidang ekonomi, hingga tahun 2010 Muhammadiyah memiliki 6 Bank Perkreditan Rakyat, 256 Baitu Tamwil, 303 Koperasi.

G. Ciri Perjuangan Muhammadiyah
Dengan melihat sejarah pertumbuhan dan perkembangan persyarikatan Muhammadiyah sejak kelahirannya, memperhatikan faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya, aspirasi, motif, dan cita-citanya serta amal usaha dan gerakannya, nyata sekali bahwa didalammya terdapat ciri-ciri khusus yang menjadi identitas dari hakikat atau jati diri Persyarikatan Muhammadiyah. Secara jelas dapat diamati dengan mudah oleh siapapun yang secara sepintas mau memperhatikan ciri-ciri perjuangan Muhammdiyah itu adalah sebagai berikut.
1. Muhammadiyah adalah gerakan Islam
Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah seperti di atas jelaslah bahwa sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi, dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al-Qur’an karena itupula seluruh gerakannya tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam.
Segala yang dilakukan Muhammadiyah, baik dalam bidang pendidikan dan pengajaran, kemasyarakatan, kerumahtanggaan, perekonomian, dan sebagainya tidak dapat dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan dan melaksankan ajaran Islam. Tegasnya gerakan Muhammadiyah hendak berusaha untuk menampilkan wajah Islam dalam wujud yang riil, kongkret, dan nyata, yang dapat dihayati, dirasakan, dan dinikmati oleh umat sebagai rahmatan lil’alamin.
2. Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar
Ciri kedua dari gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan dakwah Islamiyah. Ciri yang kedua ini muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tidak terpisahkan dalam jati diri Muahammadiyah.

Diantara faktor utama yang mendorong berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah berasal dari pendalaman KHA Dahlan terdapat ayat-ayat Alquran Alkarim, terutama sekali surat Ali Imran, Ayat:104. Berdasarkan Surat Ali Imran, ayat : 104 inilah Muhammadiyah meletakkan khittah atau strategi dasar perjuangannya, yaitu dakwah (menyeru, mengajak) Islam, amar ma’ruf nahi munkar dengan masyarakat sebagai medan juangnya.
Gerakan Muhammadiyah berkiprah di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia dengan membangun berbagai ragam amal usaha yang benar-benar dapat menyentuh hajat orang banyak seperti berbagai ragam lembaga pendidikan sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, membangun sekian banyak rumah sakit, panti-panti asuhan dan sebagainya. Semua amal usaha Muhammadiyah seperti itu tidak lain merupakan suatu manifestasi dakwah islamiyah. Semua amal usaha diadakan dengan niat dan tujuan tunggal, yaitu untuk dijadikan sarana dan wahana dakwah Islamiyah
.
3. Muhammadiyah adalah gerakan tajdid
Ciri ke tiga yang melekat pada Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai Gerakan Tajdid atau Gerakan Reformasi. Muhammadiyah sejak semula menempatkan diri sebagai salah satu organisasi yang berkhidmat menyebarluaskan ajaran Agama Islam sebagaimana yang tercantum dalam Alquran dan Assunah, sekaligus memebersihkan berbagai amalan umat yang terang-trangan menyimpang dari ajaran Islam, baik berupa khurafat, syirik, maupun bid’ah lewat gerakan dakwah. Muhammadiyah sebagai salah satu mata rantai dari gerakan tajdid yang diawali oleh ulama besar Ibnu Taimiyah sudah barang tentu ada kesamaaan nafas, yaitu memerangi secara total berbagai penyimpangan ajaran Islam seperti syirik, khurafat, bid’ah dan tajdid, sbab semua itu merupakan benalu yang dapat merusak akidah dan ibadah seseorang.
Sifat Tajdid yang dikenakan pada gerakan Muhammadiyah sebenarnya tidak hanya sebatas pengertian upaya memurnikan ajaran Islam dari berbagai kotoran yang menempel pada tubuhnya, melainkan juga termasuk upaya
Muhammadiyah melakukan berbagai pembaharuan cara-cara pelaksanaan Islam dalam kehidupan bermasyarakat, semacam memperbaharui cara penyelenggaraan pendidikan, cara penyantunan terhadap fakir miskin dan anak yatim, cara pengelolaan zakat fitrah dan zakat harta benda, cara pengelolaan rumah sakit, pelaksanaan sholat Id dan pelaksanaan kurba dan sebagainya.
Untuk membedakan antara keduanya maka tajdid dalam pengertian pemurnian dapat disebut purifikasi (purification) dan tajdid dalam pembaharuan dapat disebut reformasi (reformation). Dalam hubungan dengan salah satu ciri Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, maka Muhammadiyah dapat dinyatakan sebagai Gerakan Purifikasi dan Gerakan Reformasi.

AL GAZALI DAN KONSEP PENDDIKANNYA

AL GAZALI DAN KONSEP PENDDIKANNYA
Riwayat Hidup Al Ghazali
Nama lengkap Imam Al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin At-Tusi Al-Ghazali. Beliau lahir di sebuah desa kecil bernama Ghazalah Thabaran, di Thus, wlayah Khurasan (Iran) pada tahun 450 H atau 1058 M dari keluarga yang taat beragama dan bersahaja, dari itulah beliau belajar al-Qur’an. Ayah al-Ghazali adalah seorang muslim yang salih, sekalipun ia tidak orang yang kaya namun ia selalu meluangkan waktunya untuk menghadiri majelis-majelis pengajian yang diselenggarakan ulama, beliau suka terhadap ilmu, selalu berdoa agar puteranya menjadi seorang ulama yang pandai dan suka member nasehat. Ayahnya, Muhammad, bekerja sebagai seorang pemintal dan pedagang kain wol, Al-Ghazali mempunyai seorang saudara laki-laki yang bernama Abu Al-Futuh Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad At-Tusi Al-Ghazali yang dikenal dengan julukan majduddin (wafat pada tahun 520 H). Keduanya kemudian menjadi ulama besar, dengan kecenderungan yang berbeda. Majduddin lebih cenderung pada kegiatan da’wah dibanding Al-Ghazali yang menjadi penulis dan pemikir.[1]
Menjelang akhir hayat, ayah al-Ghazali menitipkan kedua anaknya kepada karibnya, dengan pesan agar kedua anaknya tersebut dididik dengan baik sampai harta peninggalannya sampai habis. Pendidikan Al-Ghazali di masa kanak-kanak berlangsung di kampung asalnya. Setelah ayahnya wafat, ia dan saudaranya dididik oleh seorang sufi yang mendapat wasiat dari ayahnya untuk mengasuh mereka, yaitu Ahmad bin Muhammad Ar-Razikani At-Tusi, seorang ahli tasawuf dan fiqih dari Tus. Pada awalnya, sang sufi mendidik mereka secara langsung. Namun, setelah harta mereka habis, sementara sufi itu seorang yang miskin, tidak sanggup member makan al-Ghazali, maka sufi tersebut menyarankan agar kedua anak tersebut tetap melanjutkan belajar dengan jalan mengabdi pada sebuah sekolahan, sehingga disamping dapat belajar, juga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Madrasah ini memberi para pelajarnya pakaian dan makanan secara cuma-cuma. Santunan dan fasilitas yang disediakan madrasah itu sempat menjadi tujuan Al-Ghazali dalam menuntut ilmu. Kemudian sufi itu menyadarkan Al-Ghazali bahwa tujuan menuntut ilmu bukanlah untuk mencari penghidupan, melainkan semata-mata untuk memperoleh keridhaan Allah SWT dan mencapai pengetahuan tentang Allah SWT secara benar. Di madrasah inilah Al-Ghazali mulai belajar fiqih.
Menuurt suatu riwayat disebutkan, bahwa teman ayah al-Ghazali yang bernama Ahmad bin Muhammad al-Razikani, seorang sufi besar. Dari guru tersebut al-Ghazali mempelajari fiqh, riwayat para wali dan kehidupan spiritual mereka. Selain itu, al-Ghazali belajar menghafal syair-syair mahabbah (cinta) kepada Allah, al-Qur’an dan Sunnah.
Dari uraian tersebut, dapat dipahami bahwa al-Ghazali mempunyai pendidikan spiritual yang kuat, sehingga menjadi dasar pembentukan kepribadian dalam perkembangan hidup selanjutnya.
Setelah mempelajari dasar-dasar fiqih di kampung halamannya, ia merantau ke Jurjan, sebuah kota di Persia yang terletak diantara kota Tabristan dan Nisabur. Di jurjan, ia tidak hanya mendapat pelajaran Islam, sebagaimana yang ia terima di Thus, tetapi sudah mulai mendalami pelajaran bahasa arab dan bahasa Persia dari seorang guru yang bernama Imam Abu Nashir al-Isma’ily.
Setelah sempat pulang ke Thus, ia merasakan bekal pengetahuan yang masih kurang, kemudian, Al-Ghazali berangkat lagi ke Naisabur. Di sana ia belajar kepada Imam Haramain, Diya’uddin al-Juwaini dalam ilmu fiqih, ilmu ushul, ilmu retorika, ilmu debat, mantik, filsafat, dan ilmu kalam.
Selain itu, Al-Ghazali juga belajar tasawuf kepada dua orang sufi, yaitu Imam Yusuf An-Nassaj dan Imam Abu Ali Al-Fadl bin Muhammad bin Ali Al-Farmazi At-Tusi. Ia juga belajar hadits kepada banyak ulama hadits, seperti Abu Sahal Muhammad bin Ahmad Al-Hafsi Al-Marwazi, Abu Al-Fath Nasr bin Ali bin Ahmad Al-Hakimi At-Tusi, Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad Al-Khuwari, Muhammad bin Yahya bin Muhammad As-Sujja’i Az-Zauzani, Al-Hafiz Abu Al-Fityan Umar bin Abi Al-Hasan Ar-Ru’asi Ad-Dahistani, dan Nasr bin Ibrahim Al-Maqsidi.
Selanjutnya, al-Ghazali berkhidmat di madrasah Nidhamiyah Naisabur. Tempat pendidikan ini paling berjasa dalam mengembangkan bakat dan kecerdasannya. Berkat bimbingan al-Juwainy seorang ulama’ Syafi’iyah yang beraliran Asy’ariyyah, al-Ghazali terbentuk jiwa dan kepribadiannya sebagai ulama yang kritis.
Setelah gurunya, Al-Juwaini, meninggal dunia (478 H/1085 M), al-Ghazali mengunjungi tempat kediaman seorang wazir (menteri) pada masa pemerintahan sultan Adud Ad-Daulah Alp Arsalan (lahir pada tahun 455 H atau 1063 M dan wafat pada tahun 465 H atau 1072 M) dan Jalal Ad-Daulah Malik Syah (lahir pada tahun 465 H atau 1072 M dan wafat pada tahun 485 H atau 1092 M) dari dinasti Salajikah di Al-Askar, sebuah kota di Persia. Kediaman wazir ini merupakan sebuah majelis pengajian, tempat ulama bertukar pikiran. Wazir tersebut sangat tertarik ketinggian ilmu filsafatnya, luasnya ilmu pengetahuan, kefasihan lidahnya, dan kejituan argumentasinya.
Setelah beberapa kali al-Ghazali berdebat dengan para ulama di sana, mereka tidak segan-segan mengakui keunggulan ilmu al-Ghazali karena berkali-kali argumentasinya tidak dapat dipatahkan. Melihat kehebatan al-Ghazali, kagum terhadap pandangan-pandangan Al-Ghazali sehingga ia diminta untuk mengajar di Madrasah Nidhamiyah Baghdad yang didirikan oleh wazir sendiri. Al-Ghazali mengajar di Baghdad pada tahun 484 H/1091. Atas prestasinya yang kian meningkat, pada usia 43 tahun al-Ghazali diangkat menjadi pemimpin (rector) universitas tersebut.di kota inilah al-Ghazali enjadi orang yang terkenal, pengajiannay semaki luas, dan ia banyak menulis beberapa kitab seperti: al-Basit, al-Wasit, al-Wajiz, al-Khulasah fi ‘Ilm Fiqh, al-Munkil fi ‘Ilm Jidal, Ma’khad al-Khilaf, Lubab al-Nazar, Tahsin al-Ma’akhis, dan al-Mabadi’ wa al-Ghayat fi Fan al-khilaf.
Pangkat dan kedudukan tinggi serta berbagai penghormatan, tidaklah membuat al-Ghazali puas. Ia selalu berusaha meningkatkan pengetahuannya untuk mendapatkan kebenaran yang hakiki, namun ilmu yang didapatkan melalui akal dan indera belumlah mendapatkan kebenaran mutlak, bahkan akhirnya, al-Ghazali meragukan kebenaran ilmu pengetahuan yang telah diperoleh akal dan indera. Kebenaran itu hanya mampu dicapai dengan dzauq yang memperoleh cahaya Tuhan.
Hanya 4 tahun menjadi rector di Universitas Nidhimayah. Setelah itu ia mulai mengalami krisis rohani, krisis keraguanyang meliputi akidah dan semua jenis ma’rifat. Secara diam-diam al-Ghazali meninggalkan Baghdad menuju Syam, agar tidak ada yang menghalangi kepergiannya baik dari penguasa (khalifah) maupun sahabat sahabat dosen se-universitasnya. Pekerjaan mengajar ditinggalkan, dan mulailah al-Ghazali hidup jauh dari lingkungan manusia, zuhud yang ia tempuh.
Selama hamper dua tahun, al-Ghazali menjadi hamba Allah yang betul-betul mampu mengendalikan gejolak hawa nafsunya. Ia menghabiskan waktunya untuk khalwat, ibadah, dan I’tikaf di sebuah masjid di Damaskus. Berdzikir sepanjang hari di menara. Untuk melanjutkan taqarrubnya kepada Allah , al-Ghazali pindah ke Baitul Maqdis. Dari sinilah al-Ghazali baru tergerak hatinya untuk memenuhi panggilan Allah menjalankan ibadah haji. Dengan segera ia pergi ke Makkah, Madinah, dan setelah ziarah ke makam Rasulullah saw serta makam nabi Ibrahim a.s, ditinggalkan kedua kota suci itu dan menuju Hijaz.
Keyakinan yang dulu hilang, kini ia peroleh kembali. Tingkat ma’rifat yang terdapat dalam tasawuf, menurutnya, adalah jalan yang membawa kepada pengetahuan yang kebenarannya dapat diyakini. Setelah dari Syam – Baitul Maqdis – Hijaz selama lebih kuarng sepuluh tahun, atas desakan Fakhrul Muluk pada tahun 499 H/1106 M al-Ghazali kembali ke Naisabur. Setelah itu, ia kembali lagi ke Baghdad untuk meneruskan kegiatan mengajarnya. Kali ini ia tampil sebagai tokoh pendidikan yang betul-betul mewarisi dan mengarifi ajaran Rasulullah saw. Buku pertama yang disusunannya setelah kembali ke universitas Nidhamiyah ialah Al-Muqidz min al-Dhalal. Fakhrul Muluk merasa gembira atas kembalinya al-Ghazali mengajar di universitas terbesar di kota ini.
Tidak lama al-Ghazali tinggal di Naisabur ia kembali ke kampung halamannya, Ghazalah Thabaran, di Thus. Ia wafat di kampung halamannya pada tahun 505 H atau 1111 M. Ia menghabiskan sisa umurnya untuk membaca Al-Qur’an dan hadis serta mengajar. Di samping rumahnya, didirikan madrasah untuk para santri yang mengaji dan sebagai tempat berkhalwat bagi para sufi. Pada hari senin tanggal 14 Jumadatsaniyah tahun 505 H/18 Desember 1111 M, al-Ghazali pulang ke hadirat Allah dalam usia 55 tahun dan dimakamkan di sebuah tempat khalwat.
2.2 Konsep Pendidikan Menurut Al-Ghazali
A. Pengertian Pendidikan
Al-Ghazali adalah orang yang banyak mencurahkan perhatiannya terhadap bidang pengajaran dan pendidikan dalam kitabnya Ihya Ulumiddin. Adapun unsur-unsur pembentuk pengertian pendidikan dari al-Ghazali dapat dilihat dalam pernyataan berikut:
“Sesungguhnya hasil ilmu itu ialah mendekatkan diri kepada Allah, Tuhan semesta alam, menghubungkan diri dengan ketinggian malaikat dan berhampiran dengan malaikat tinggi…”[2]
“…dan ini, sesungguhnya adalah dengan ilmu yang berkembang melalui pengajaran dan bukan ilmu beku yang tidak berkembang.”[3]
Jika kita perhatikan kutipan yang pertama, kata “hasil” menunjukkan proses, kata “mendekatkan diri kepada Allah” menunjukkan tujuan, dan kata “ilmu” menunjukkan alat. Sedangkan pada kutipan yang kedua merupakan penjelasan mengenai alat, yakni disampaikannya dalam bentuk pengajaran. Batas awal berlangsungnya proses pendidikan menurut al-Ghazali, yakni sejak bertemunya sperma dan ovum sebagai awal manusia. Batas akhir pendidikan menurut al-Ghazali sampai akhir hayatnya.
Dari keterangan di atas pendidikan menurut al-Ghazali adalah proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampi akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap di mana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat. Pemikiran al-Ghazali dalam pendidikan juga bernuansa islami dan moral. Di samping itu, ia juga tidak mengabaikan masalah-masalah duniawiyah, sehingga ia juga menyediakan porsi yang sesuai dengan pendidikan.
B. Tujuan Pendidikan
Al-Ghazali berkata:
“Dunia tempat menanam untuk akherat. Sebagai alat untuk berhubungan dengan Allah Azza wa Jalla, bagi orang yang menjadikannya sebagai tempat tinggal, bukan bagi orang yang menjadikannya tempat menetap dan tempat berdiam.”[4]
“Bila engkau memandang ilmu engkau melihatnya lezat, maka ia dicari karena lezatnya, dan engkau menemukan sebagai jalan kebahagiaan ke akherat dan sebagai perantara pendekatan kepada Allah Ta’ala, dan tidak sampai kepada Allah melainkan dengan ilmu. Derajat yang paling tinggi bagi anak cucu adam adalah kebahagiaan yang langgeng dan sesuatu yang utama adalah yang dapat mengantarkan ke sana kecuali dengan ilmu dan amal dan tidak sampai pada amal kecuali dengan mengetahui cara beramal. Pokok kebahagian dunia dan akherat adalah dengan ilmu, dan hal itu adalah amal yang utama.”[5]
Tujuan pendidikan menurut al-Ghazali:
1. Sebagai kesempurnaan manusia dunia dan akherat. Manusia akan sampai pada kesempurnaan dengan mencari keutamaan melalui ilmu. Kemudian keutamaan itu membahagiakannya di dunia dan akherat.
2. Ilmu patut dicari karena dzatnya, yang memiliki kelebihan dan kebaikan. “ilmu pengetahuan itu secara mutlak utama dalam dzatnya”[6].
C. Kurikulum Pendidikan Menurut Al-Ghazali[7]
Konsep kurikulum al-Ghozali terkait erat dengan konsepnya tentang ilmu pengetahuan. Al-Ghozali membagi ilmu dalam tiga bagian:
Pertama, ilmu-ilmu yang terkutuk baik banyak maupun sedikit. Yakni ilmu yang tidak ada manfaatnya baik di dunia maupun di akhirat. Misalnya,
Ø Ilmu sihir. Hal tersebut dikarenakan dalam pandangan al-Ghazali ilmu-ilmu tersebut dapat mendatangkan malapetaka bagi pemiliknya maupun orang lain, dapat menyebabkan perpecahan persatuan manusia dan kasih sayangnya dan menyebabkan kedengkian di hati serta menebarkan perbantahan antara manusia.
Ø Ilmu nujum ini kemudian dibagi dua oleh al-Ghazali. Yakni ilmu nujum berdasarkan perhitungan (Ilmu Falak), ia memamndang bahwa ilmu itu tidak tercela oleh syara’, sedangkan ilmu nujum yang berdasarkan istidlali, yakni semacam ilmu meramal nasib berdasarkan petunjuk bintang. Ilmu nujum jenis kedua inilah yang dianggap tercela menurut syara’ karena dapat mendatangkan keraguan kepada Allah SWT.
Ø Masih termasuk dalam kategori ilmu pertama diatas. Al-Ghazali mengatakan bahwa mempelajari ilmu filsafat tidak sesuai bagi sebagian orang, sesuai menurut tabi’atnya tidak semua orang dapat mempelajari ilmu tersebut dengan baik. Seperti anak bayi yang masih menyusu, merasa sakit apabila makan”daging burung dan macam gula-gula yang lembut”, yang mana perut besarnya tidak sanggup menghaluskannya.
Kedua, ilmu yang dipelajari secara mutlak yaitu mempelajari ilmu agama, ibadah dan macam-macamnya. Ilmu-ilmu itu yang mendatangkan kebersihan jiwa, dan membersihkan jiwa dari tipu daya/kerusakan dan membantu mengetahui kebaikan dan pelaksanaannya untuk mempersiapkan dunia untuk akherat. Al-Ghozali membagi ilmu kategori kedua ini dengan ilmu yang fardlu ‘ain dan fardlu kifayah. Yang termasuk dalam ilmu yang fardlu ‘ain menurut Al-Ghozali adalah ilmu-ilmu tentang agama dan macam-macamnya. Serta ilmu tentang tata cara melaksanakan perkara yang wajib. Sedangkan yang termasuk dalam ilmu fardlu kifayah adalah semua ilmu yang diperlukan untuk kehidupan masyarakat, karena bila sebagian orang telah mempelajarinya maka masyarakat terwakili. Di antara ilmu kifayah ialah ilmu kedokteran dan ilmu hitung. Jika sudah ada salah seorang yang menguasai dan dapat mempraktekkannya maka sudah dianggap gugur kewajiban mempelajarinya bagi yang lain.
Ketiga, ilmu yang terpuji dalam batas tertentu, dan tercela jika mempelajarinya dalam kadar yang berlebihan atau mendalam. Karena apabila manusia dengan mendalam pengkajiannya dapat menyebabkan terjadinya kekacauan pemikiran dan keraguan, serta dapat pula membawa kedalam kekafiran, seperti ilmu filsafat keTuhana. Mengenai ilmu filsafat ini Al-Ghazali membaginya menjadi ilmu matematika, ilmu-ilmu logika, ilmu ilahiyyat, ilmu fisika, ilmu politik, dan ilmu etika.
Dengan ini kita mengetahui bagaimana al-Ghazali membagi bermacam-macam ilmu dan member nilai setiap ilmu dengan keuntungan dan kerugiannya. Perbedaan tersebut disebabkan oleh salah satu dari tiga bagian, yaitu:
a) Segi watak yang sampai pada pengenalannya.
b) segi ruang lingkup kemanfaatan bagi manusia
c) Segi tempat usaha.
Dari pembahasan di atas pada akhirnya ilmu yang paling utama menurut beliau adalah ilmu-ilmu agama dan cabang-cabangnya. Karena ilmu-ilmu agama diperoleh dengan kesempurnaan akal yang mulia, untuk kebahagiaan dunia dan akhirat serta didapat yang jelas baiknya.
Dalam menyusun kurikulum pelajaran Al-Ghozali memberi perhatian khusus pada ilmu-ilmu agama dan etika sebagaimana dilakukannya terhadap ilmu-ilmu yang sangat menetukan bagi kehidupan masyarakat. Dengan kata lain beliau mementingkan sisi faktual dalam kehidupan. Beliau juga menekankan sisi budaya. Menurut baliau ilmu itu wajib dituntut bukan karena keuntungan diluar hakikatnya, tetapi karena hakikatnya sendiri. Sesuai dengan jiwa tasawwuf dan zuhudnya, beliau tidak mementingkan ilmu-ilmu yang berbau seni atau keindahan. Selanjutnya sekalipun beliau mementingkan pengajaran berbagai keahlian esensial dalam kehidupan dan masyarakat, beliau tidak menekankan pentingnya keterampilan.
D. Metode
Al-Ghazali tidak menetapkan metode khusus pengajaran dalam berbagai tulisannya kecuali pada pengajaran agama saja pada anak-anak. Ia menjelaskan metode khusus pendidikan anak dan menyempurnakan agar berakhlak terpuji, menhiasi dirinya dengan keutamaan-keutamaan. Berdasarkan prinsipnya bahwa pendidikan adalah sebagai kerja yang memerlukan hubungan yang erat anatara guru dan murid.
Metode pengajaran perhatian Al-Ghazali akan pendidikan agama dan moral sejalan dengan kecenderungan pendidikannya secara umum, yaitu prinsip-prinsip yang berkaitan secara khusus dengan sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya.
Al-Ghazali menggambarkan pentingnya keteladanan utama dari seorang guru, juga dikaitkan dengan pandangannya tentang pekerjaan mengajar. Menurutnya mengajar merupakan pekerjaan yang paling mulia sekaligus yang paling agung. Pandangannyaberlandaskan bukti firman Allah dan hadis-hadis Nabi yang mengatakan status guru sejajar dengan tugas kenabian. Lebih lanjut Al-Ghazali mengatakan bahwa wujud termulia di muka bumi adalah manusia, dan bagian inti manusia yang termulia adalah hatinya. Guru bertugas menyempurnakan, menghias, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Al-Ghazali mengibaratkan siapa yang berilmu dan membimbing manusia dan ilmunya berfaedah bagi orang lain maka, “dia seperti matahari yang memerangi orang lain dan dia menerangi dirinya sendiri dan seperti misik yang mengharumi lainnya sedangkan dia sendiri harum.”
Dalam masalah pendidikan, Al-Ghazali lebih cenderung berfaham empirisme, oleh karena itu, beliau sangat menekankan pengaruh pendidikan terhadap anak didik. Anak adalah amanat yang dipercayakan kepada orang tuanya, hatinya bersih, murni, laksana permata yang berharga, sederhana, dan bersih dari ukiran apapun. Ia dapat menerima tiap ukiran yang digoreskan kepadanya dan akan denderung ke arah yang kita kehendaki. Oleh karna itu, bila ia dibiasakan dengan sifat-sifat yang baik, maka akan berkembanglah sifat-sifat yang baik pula. Sesuai dengan hadits Rasulullah SAW, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan bersih, kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak itu menjadi penganut Yahudi, Nasrani, dan Majusi.”( HR. Muslim)
E. Pendidikan Agama dan Metodenya
Al-Ghazali adalah imam agama yang berciri tasawuf, mengutamakan pendidikan yang berkembang yang pertama kali membina hati dengan ma’rifat dan mendidik jiwa dengan ibadah dan mengenal Allah serta pendekatan diri kepada Allah yaitu dengan cara menanamkan pokok-pokok agama yang benar di dada anak kecil pada masa pertumbuhannya.
Al-Ghazali mengatakan bahwa pendidikan agama harus dimuli sejak usia muda. Karena pada masa ini, anak kecil siap menerima aqidah-aqidah agama dengan iman yang murni dan tidak memerlukan bukti atau senagng pada ketetapan dan hujahnya. Pertama kali ketika mengajarkan agama dengan menghafalkan kaidah-kaidah dan pokok-pokoknya. Sesudah itu gur menyingkap maknanya, memahaminya, manancapkannya kemudian membenarkannya. Menanamkan agama pada anak kecil didahului dengan menuntun dan meniru, serta dengan ketentuan-ketentuan sedikit sampai anak menjadi pemuda. Ian bisa ditanam selama ditegakkan I’tiqodnya dikuatkan dengan dalil. Adapun selama aqidah tidak ditegakkan dengan dalil akan menjadi agama yang lemah, mudah luntur dan menerima yang lain. Metode ini tidak ditegakkan melalui diskusi atau berdebat karena berdebat banyak merusakan hal-hal yang berfaedah yang terkadang menyebabkan keracuan pikiran murid dan meragukannya. Bahkan ditegakkan dengan mengulang-ulag membaca Al-Qur’an, tafsir, hadis dan membiasakan ibadah.
Dengan ini al-Ghazali menetapkan metode yang jelas tentang pengajaran agama dimulai dari menghafal disertai memahami kemudian keyakinan dengan membenarkan. Setelah itu dikemukakan keterangan-keterangan dan bukti-bukti yang membatu menguatkan akidah.
1) Kriteria Guru Yang Baik
Menurut al-Ghazali selain cerdas dan sempurna akalnya, seorang guru yang baik juga harus baik akhlak dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal dapat menguasai berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhal yang baik ia dapat menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik, dan mengarahkan anak didiknya.
Selain sifat umum diatas seorang guru menurut al-Ghazali juga harus memiliki sifat-sifat khusus yang diantaranya adalah kasih sayang, tidak menuntut upah atas apa yang dikerjakannya, berfungsi sebagai pengarah dan penyuluh yang jujur dan benar dihadapan murid-muridnya. Ia tidak boleh membiarkan muridnya mempelajari pelajaran yang lebih tinggi sebelum ia menguasai pelajaran yang sebelumnya. Seorang guru yang baik harus menggunakan cara yang simpatik, halus, dan tidak menggunakan kekerasan, cacian, makian, dan sebagaianya. Seorang guru juga tampil sebagai teladan atau panutan yang baik dihadapan murid-muridnya. Ia juga harus memiliki prinsip mengakui adanya perbedaan potensi secara individual dan memperlakukannya sesuai dengan tingkat perbedaan yang dimiliki muridnya. Seorang guru juga harus mampu memahami perbedaan bakat, tabi’at, dan kejiwaan muridnya sesuai dengan perbedaan tingkat usianya. Dan yang terakhir seorang guru yang baik harus berpegang teguh pada prinsip yang diucapkannya, serta berupaya merealisasikannya sedemikian rupa.
2) Kriteria Murid Yang Baik
Pendidikan bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. sehingga bernilai ibadah. Untuk menurut al-Ghazali seorang murid yang baik harus memiliki sifat :
a). Berjiwa bersih, terhindar dari budi pekerti yang hina, dan sifat-sifat tercela lainnya.
b). Menjauhkan diri dari pesoalan-persoalan duniawi, mengurangi keterikatan dengan dunia dan masalah-masalah yang dapat mengganggu lancarnya penguasaan ilmu.
c). Rendah hati dan tawadhu’.
d). Khusus bagi murid yang baru jangan mempelajar ilmu-ilmu yang berlawanan atau pendapat yang saling berlawanan atau bertentangan.
e). Mendahulukan mempelajari yang wajib
f). Mempelajari ilmu secara bertahap
g). Tidak mempelajari suatu disiplin ilmu sebelum menguasai disiplin ilmu sebelumnya. Sebab ilmu-ilmu itu tersusun dalam urutan tertentu secara alami. Dimana sebagian merupakan jalan menuju sebagian yang lain.
h). Seorang murid juga harus mengenal nilai darisetiap ilmu yang dipelajarinya.
6. Hukuman dan Balasan
Selanjutnya Al-Ghazali berkata:Apabila anak-anak itu berkelakuan baik dan melakukan pekerjaan yang bagus, hormatilah ia dan hendaknya diberi penghargaan dengan sesuatu yang menggembirakannya, serta dipuji di hadapan orang banyak. Jika ia melakukan kesalahan satu kali, hendaknya pendidikmembiarkan dan jangan dibuka rahasianya. Jika anak itu mengulanginya lagi, hendaknya pendidik memarahinya dengan tersembunyi, bukan dinasehati di depan orang banyak, dan janganlah pendidik seringkali memarahi anak-anak itu, karena hal itu dapat menghilangkan pengaruh pada diri anak, sebab sudah terbiasa telinganya mendengarkan amarah itu.
Metode pemberian hadiah dan hukuman untuk tujuan mendidik dipandang sebagai metode yang aman. Terlalu banyak melarang dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Demikian pula terlalu banyak memberikan pujian tidak menjadi penyebab terjadinya perbaikan. Dalam berbagai kesempatan Al-Gazali menerangkan bahwa membesarkan anak dengan kemanjaan, bersenang-senang dan bermalas-malasan serta meremehkan pergaulan bersama orang lain termasuk perkara yang tidak baik karena membesarkan anak dengan cara seperti ini akan merusak akhlaknya, karena membesarkan anak dengan cara seperti ini akan merusak akhlaknya .
Ø KARYA-KARYA AL-GHAZALI
Ø Di Bidang filsafat
- Maqasid al-Falasifah
- Tafahut al-Falasifah
- Al-Ma’rif al-‘aqliyah
Ø Di Bidang Agama
- Ihya ‘Ulumuddin
- Al-Munqiz minal dhalal
- Minhaj al-Abidin
Di Bidang Akhlak Tasawuf
- Mizan al-Amal
- Kitab al-Arbain
- Mishkatul anwar
- Al-Adab fi Dien
- Ar-Risalah al-laduniyah
Di Bidang Kenegaraan
- Mustaz hiri
- irr al-Alamin
- Nasihat al-Muluk
- Suluk al-Sulthanah
________________________________________
[1] Nata Abuddin, Pemikiran para tokoh Pendidikan Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada )hal 80
[2] Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Juz I, Masyhadul Husaini, tt.hal 13
[3] Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Juz I, Masyhadul Husaini, tt.hal 14
[4] Ihya Ulumuddin juz 3, hal 12
[5] Ihya Ulumuddin Juz 1, hal 25.
[6] Ihya Ulumuddin Juz 1, hal 25
[7] Dahlan Thamrin,”Al-Ghazali dan Pemikiran Pendidikannya”. Hal. 27

HUBUNGAN TASAWUF, ILMU KALAM, FILSAFAT DAN PSIKOLOGI

HUBUNGAN TASAWUF, ILMU KALAM, FILSAFAT DAN PSIKOLOGI

Setiap disiplin ilmu pasti memiliki keterkaitan dengan disiplin ilmu yang lainnya. Keterkaitan antara yang satu dengan yang lainnya itu memiliki kedudukan masing masing, ada yang menjadi ilmu pokok (ushul), cabang (furu’), pengantar (muqadimah) dan pelengkap (mutamimmah).
Membahas mengenai ilmu tasawuf, maka tidak akan terlepas keterkaitannya dengan ilmu-ilmu lainnya seperti: ilmu kalam, filsafat dan psikologi. Keterkaitan antara ilmu-ilmu ini adalah sebagai mutamimmah. Untuk lebih mengetahui lebih dalam mengenai hubungannya, terlebih dahulu kita memahami pengertian-pengertiannya.
HUBUNGAN TASAWUF, ILMU KALAM, FILSAFAT DAN PSIKOLOGI
Setiap disiplin ilmu pasti memiliki keterkaitan dengan disiplin ilmu yang lainnya. Keterkaitan antara yang satu dengan yang lainnya itu memiliki kedudukan masing masing, ada yang menjadi ilmu pokok (ushul), cabang (furu’), pengantar (muqadimah) dan pelengkap (mutamimmah).
Membahas mengenai ilmu tasawuf, maka tidak akan terlepas keterkaitannya dengan ilmu-ilmu lainnya seperti: ilmu kalam, filsafat dan psikologi. Keterkaitan antara ilmu-ilmu ini adalah sebagai mutamimmah. Untuk lebih mengetahui lebih dalam mengenai hubungannya, terlebih dahulu kita memahami pengertian-pengertiannya.

2.1 Pengertian Tasawuf, Ilmu Kalam, Filsafat dan Psikologi Agama
Tasawuf adalah ajaran (cara dan sebagainya) otak mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah sehingga memperoleh hubungan langsung secara sadar denganNya. Tasawuf, sebagai aspek mistisisme dalam Islam, pada intinya adalah kesadaran adanya hubungan komunikasi manusia dengan Tuhannya, yang selanjutnya mengambil bentuk rasa dekat (qurb) dengan Tuhan. Hubungan kedekatan tersebut dipahami sebagai pengalaman spritual dzauqiyah manusia dengan Tuhan, yang kemudian memunculkan kesadaran bahwa segala sesuatu adalah kepunyaan-Nya. Segala eksistensi yang relatif dan nisbi tidak ada artinya di hadapan eksistensi Yang Absolut. Tasawuf berusaha mengetahui dan menemukan Kebenaran Tertinggi (Allah SWT) dan bila mendapatkannya, seorang sufi tidak akan banyak menuntut dalam hidup ini.
Ilmu kalam menurut Ibnu Kaldun adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional. Dasar Ilmu Kalam adalah dalil-dalil fikiran (dalil aqli) dan Dalil Naqli (Al-Qur’an dan Hadis).
Filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumannya. Pengetahuan indera mencakup segala sesuatu yang dapat diindera. Batasnya: segala sesuatu yang tidak tertangkap panca indera; pengetahuan ilmu mencakup sesuatu yang dapat diteliti (riset). Batasnya: segala sesuatu yang tidak atau belum dapat dilakukan penelitian;pengetahuan filsafat mencakup segala sesuatu yang dapat difikir oleh akal budi (rasio). Tiga ciri berfikir filsafat, yaitu radikal, sistematis, universal.
Menurut DR. Jalaluddin, psikologi Agama adalah cabang psikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing.

2.2 Titik Persamaan Tasawuf, Ilmu Kalam, Filsafat dan Psikologi Agama
Tasawuf, ilmu kalam, filsafat dan psikologi agama mempunyai kemiripan objek kajian Objek kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Objek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan di samping masalah alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada. Sementara itu objek kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi, di lihat dari objeknya, ketiga ilmu itu membahas masalah yang berkaitan dengan ketuhanan. Lalu yang menjadi titik persamaan antara tasawuf dengan psikologi agama adalah sama-sama membicarakan persoalan yang berkisar pada jiwa manusia. Hanya saja, jiwa yang dimaksud adalah jiwa manusia muslim, yang tentu tidak lepas dari sentuhan-sentuhan keislaman.

2.3 Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Kalam
Ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan kalam ini biasanya mengarah pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah. Argument rasional yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berfikir filosofis. Adapun argumentasi naqliyah biasanya bertedensi pada argumentasi berupa dalil-dalil Qur’an dan Hadits. Ilmu kalam sering menempatkan diri pada kedua pendekatan ini (aqli dan naqli).
Pembicaraan materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh dzauq (rasa rohani). Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam melalui hati (dzauq dan wijdan) terhadap ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan tasawuf lebih terhayati atau teraplikasikan dalam prilaku. Dengan demikian, ilmu tasawuf merupakan penyempurna ilmu tauhid jika dilihat dari sudut pandang bahwa ilmu tasawuf merupakan sisi terapan rohaniyah dari ilmu tauhid.
Ilmu kalam pun berfungsi sebagai pengendali ilmu tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul suatu aliran yang bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan penyimpangan atau penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak pernah diriwayatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau belum pernah diriwayatkan oleh ulama salaf, maka hal itu harus ditolak.
Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniyah dalam perdebatan kalam, sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional dan muatan naqliyah. Jika tidak diimbangi dengan kesadaran rohaniyah, ilmu kalam dapat bergerak ke arah yang lebih liberal dan bebas. Di sinilah ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniyah sehingga ilmu kalam tidak dikesani sebagai dialektika keislaman belaka, yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan secara qalbiyah (hati).
Bagaimanapun amalan-amalan tasawuf mempunyai pengaruh yang besar dalam ketauhidan. Jika rasa sabar tidak ada, misalnya muncullah kekufuran. Jika rasa syukur sedikit, lahirlah suatu bentuk kegelapan sebagai reaksi.
Begitu juga ilmu tauhid dapat memberi konstribusi kepada ilmu tasawuf. Sebagai contoh, jika cahaya tauhid telah lenyap, akan timbullah penyakit-penyakit kalbu, seperti ujub, congkak, riya, dengki, hasud dan sombong. Andaikata manusia sadar bahwa Allahlah yang memberi, niscaya rasa hasud dan dengki akan sirna. Kalau saja dia tahu kedudukan penghambaan diri, niscaya tidak memiliki rasa sombong dan membanggakan diri. Dari sinilah dapat dilihat bahwa ilmu tauhid merupakan jenjang pertama dalam pendakian menuju Allah.
Dengan ilmu tasawuf, semua persoalan yang berada dalam kajian ilmu tauhid terasa lebih bermakna, tidak kaku, tetapi akan lebih dinamis dan aplikatif.

2.4 Keterkaitan Ilmu Tasawuf Dengan Filsafat
Ilmu tasawuf berkembang didunia Islam tidak dapat dinafikan dari sumbangan pemikiran kefilsafatan. Ini dapat dilihat, misalnya dalam kajian-kajian tasawuf yang berbicara tentang jiwa. Secara jujur harus diakui bahwa terminology jiwa dan roh itu sendiri sesungguhnya terminology yang banyak dikaji dalam pemikiran-pemikiran filsafat. Sederetan intelektual muslim ternama juga banyak mengkaji tentang jiwa dan roh, salah satunya Al-Ghazali.
Kajian-kajian mereka tentang jiwa dalam pendekatan kefilsafatan ternyata telah banyak memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesempurnaan kajian tasawuf dalam dunia Islam. Pemahaman tentang jiwa dan roh kemudian banyak dikembangkan dalam tasawuf. Namun, perlu juga dicatat bahwa istilah yang lebih banyak dikembangkan dalam tasawuf adalah istilah qalb (hati). Istilah qalb ini memang spesifik dikembangkan dalam tasawuf. Namun, tidak berarti bahwa istilah qalb tidak berpengaruh dengan roh dan jiwa.
Menurut sebagian ahli tasawuf, an-nafs (jiwa) adalah roh setelah bersatu dengan jasad. Penyatuan roh dan jasad melahirkan pengaruh yang ditimbulkan oleh jasad terhadap roh. Pengaruh-pengaruh ini akhirnya memunculkan kebutuhan-kebutuhan jasad yang dibangun roh. Jika jasad tidak memiliki tuntutan-tuntutan yang tidak sehat dan disitu tidak terdapat kerja pengekangan nafsu, sedangkan kalbu (qalb, hati) tetap sehat, tuntutan-tuntutan jiwa terus berkembang, sedangkan jasad menjadi binasa karena melayani jiwa.

2.5 Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Jiwa
Dalam percakapan sehari-hari, orang banyak mengaitkan tasawuf dengan unsur kejiwaan dalam diri manusia. Hal ini cukup beralasan mengingat dalam substansi pembahasannya, tasawuf selalu membicarakan persoalan yang berkisar pada jiwa manusia. Hanya saja, jiwa yang dimaksud adalah jiwa manusia muslim, yang tentunya tidak lepas dari sentuhan-sentuhan keislaman. Dari sinilah tasawuf kelihatan identik dengan unsur kejiwaan manusia muslim.
Mengingat adanya hubungan dan relevansi yang sangat erat antara spiritualitas (tasawuf) dan ilmu jiwa, terutama ilmu kesehatan mental, kajian tasawuf tidak dapat terlepas dari kajian tentang kejiwaan manusia itu sendiri.
Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan. Tujuan yang dikehendaki dari uraian tentang hubungan antara jiwa dan badan dalam tasawuf adalah terciptanya keserasian antara keduanya. Pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi dalam rangka melihat sejauh mana hubungan prilaku yang dipraktekan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi. Dari sini baru muncul kategori-kategori perbuatan manusia, apakah dikategorikan sebagai perbuatan buruk atau perbuatan baik. Jika perbuatan yang ditampilkan seseorang adalah perbuatan baik, ia disebut orang yang berakhlak baik. Sebaliknya, jika perbuatan yang ditampilkannya jelek, ia disebut sebagai orang yang berakhlak buruk.
Dalam pandangan kaum sufi, akhlak dan sifat seseorang bergantung pada jenis jiwa yang berkuasa atas dirinya. jika yang berkuasa adalah nafsu insani, yang tampil adalah prilaku insani pula.
Kalau para sufi menekankan unsur kejiwaan dalam konsepsi tentang manusia, berarti bahwa hakikat, zat dan inti kehidupan manusia terletak pada unsur spiritual dan kejiwaannya. Ditekankannya unsur jiwa dalam konsepsi tasawuf tidaklah berarti bahwa para sufi mengabaikan unsur jasmani manusia. Unsur ini juga mereka pentingkan karena rohani sangat memerlukan jasmani dalam melaksanakan kewajibannya beribadah kepada Allah dan menjadi khalifah-Nya di muka bumi. Seseorang tidak akan mungkin sampai kepada Allah dan beramal dengan baik dan sempurna selama jasmaninya tidak sehat. Kehidupan jasmani yang sehat merupakan jalan kepada kehidupan rohani yang baik. Pandangan kaum sufi mengenai jiwa berhubungan erat dengan ilmu kesehatan mental, yang merupakan bagian dari ilmu jiwa (psikologi).
Ahli-ahli di bidang perawatan jiwa, terutama di negara-negara yang telah maju, memusatkan perhatiannya pada masalah mental sehingga mampu melakukan penelitian-penelitian ilmiah yang menghubungkan antara kelakuan dan keadaan mental. Mereka telah menemukan hasil-hasil yang memberikan kesimpulan tegas, yang membagi manusia menjadi dua golongan besar, yakni golongan yang sehat dan golongan kurang sehat.
Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang mampu merasakan kebahagiaan dalam hidup. Orang-orang inilah yang dapat merasakan bahwa dirinya berguna, berharga dan mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya semaksimal mungkin dengan cara yang membawa dirinya dan orang lain pada kebahagiaan. Di samping itu, ia mampu menyesuaikan diri dalam arti yang luas sehingga terhindar dari kegelisahan dan gangguan jiwa, dan moralnya pun tetap terpelihara.
Pada perilaku yang sehat mental tidak akan tampak sebuak sikap yang ambisius, sombong, rendah diri dan apatis. Sikapnya terkesan wajar, menghargai orang lain, merasa percaya kepada diri dan selalu gesit. Setiap tindak-tanduknya ditujukan untuk mencari kebahagiaan bersama, bukan kesenangan dirinya sendiri. Kepandaian dan pengetahuan yang dimilikinya pun digunakan untuk menfaat dan kebahagiaan bersama. Kekayaan dan kekuasaan yang ada padanya bukan untuk bermegah-megah dan mencari kesenangan sendiri, tanpa mengindahkan orang lain, tetapi digunakan untuk menolong orang miskin dan melindungi orang lemah.
Sebaliknya, golongan yang kurang sehat mentalnya sangat luas, mulai yang paling ringan sampai yang paling berat. Dari orang yang yang merasa terganggu ketentraman hatinya sampai orang yang sakit jiwa. Berbagai penyakit tersebut sesungguhnya akan timbul pada diri manusia yang tidak tenang hatinya, yakni hati yang jauh dari Tuhannya. Ketidak tenangan itu akan memunculkan penyakit mental, yang pada gilirannya akan menjelma menjadi perilaku yang tidak baik dan menyeleweng dari norma-norma umum yang disepakati.
Harus diakui, jiwa manusia seringkali sakit. Ia tidak akan sehat sempurna tanpa melakukan perjalanan menuju Allah dengan benar. Jiwa manusia juga membutuhkan prilaku (moral) yang luhur sebab kebahagiaan tidak akan dapat diraih tanpa akhlak yang luhur, juga tidak dapat menjadi milik tanpa melakukan perjalanan menuju Allah.
Bagi orang yang dekat dengan Tuhannya, kepribadiannya tampak tenang dan prilakunya pun terpuji, semua ini bergantung pada kedekatan manusia dengan Tuhannya. Pola kedekatan manusia dengan Tuhannya inilah yang menjadi garapan dalam tasawuf. Dari sinilah tampak keterkaitan erat antara ilmu tasawuf dan ilmu jiwa atau ilmu kesehatan mental.



Daftar Pustaka
1. Kamus Besar Bahasa Indonesia offline.
2. Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, C.V Pustaka Setia, Bandung, 2000.
3. Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, C.V Pustaka Setia, Bandung, 2010.
4. Abdul Fattah Sayyid Ahmad, DR., Tasawuf: antara Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah, Jakarta: Khalifa, 2000.
5. Abdul Qadir al-Jilani, Syekh, Rahasia Sufi, Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003.
6. Rosihan Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, Bandung: CV.Pustaka Setia, 2000.

TASAWUF SEBAGAI SPIRITUALITAS ISLAMI

TASAWUF SEBAGAI SPIRITUALITAS ISLAMI

Tasawuf berasal dari kata shafa (bersih) atau shuf (bulu domba). Istilah Shafa menunjuk pada adanya pola spiritualitas untuk pembersihan jiwa. Sedangkan Shuf (pakaian wool dari bulu domba) merupakan pakaian khas kaum asketis ( zâhid ) klasik sebagai simbol keserdehaan. Syaiful M. Maghsri yang kehidupannya diisi dengan perjuangan dan penyucian jiwa untuk pemurnian hati ( al-qalb ). Keserdehaan yang dilambangkan dengan pakaian wool dari bulu domba dimaksudkan sebagai pola hidup dalam kesucian yang tidak terkontaminasi energi negatif dari aspek-aspek keduniawian. Energi-energi negatif dalam bentuk nafsu dan vibrasi setan merupakan hal utama yang harus ditekan. Energi negatif inilah yang membuat jiwa menjadi kotor, hingga hijab antara manusia dengan Allah semangkin tebal, sehingga terjatuh dalam dzulumât (kegelapan).

Untuk mengeluarkan energi negatif ini maka di dalam tasawuf diajarkan qiyamulail ( the night vigil ) atau shalat malam dan zikir-zikir dengan teknik muraqabah (meditasi) yang paling ampuh untuk mengusir pengaruh vibrasi setan dan getaran nafsu tubuh, sehingga dapat menjadikan seseorang merasa segar dalam kondisi kejiwaan yang baik. Shalat dan zikir malam merupakan olah ruhani yang akan memiliki implikasi positif yang sangat luar biasa bagi perkembangan tubuh, emosi, mental, dan spiritual.

Dalam perkembangannya, tasawuf merupakan reaksi atas paham intelektualisme agama yang menjadikan agama sebagai komoditas intelektual, reaksi terhadap formalisme (paham serba formal) yang menjadikan agama kering tanpa penghayatan, dan reaksi terhapa paham serba materi (keduniawian) yang mementingkan aspek fisik duniawi (kekayaan, harta, pangkat, jabatan dan sebagainya). Sebagai jalan ruhani, tasawuf bersumber mata air dari firman Allah SWT dan nada-nada nubuwwah. Walaupun tidak dipungkiri adanya pengaruh dari praktik-praktik mistis. Esoterisme Islam (mistisisme Islam), sebuah laku spiritual berbabsis pada tradisi Islam.

Di dalam tasawuf dikenal istilah tasawuf akhlagi (menitik beratkan pada moralitas). Tasawuf akhlagi menekankan jalan penyucian jiwa agar bersih, guna menuju kesempurnaan. Dalam konteks ini, tasawuf diawali dengan takhalli (pembersihan jiwa dari unsur energi negatif), tahalli (penghiasan diri dengan energi Ilahi/positif) sampai pada tajalli (tersingkapnya nur gaib bagi hati yang bersih. Tajalli merupakan keadaan terbuka hatinya, sehingga dapat melihat cahaya Ilahi. dengan laku-laku moral spiritual ini, peserta Pelatihan Ilmu Bioenergi melakukan ritual-ritual spiritual untuk menangkap cahaya-Nya yang begitu besar dan menakjubkan dalam rangka melakukan eksistensi.

HM. Syaiful M. Maghsri memaparkan perbaikan akhlak, tasawuf menekan ajaran-ajaran jalan mistik (spiritual esoteris) menuju kepada Yang Ilahi. Tasawuf yang demikian disebut tasawauf ‘Amali'. Amali artinya bentuk-bentuk perbuatan, yaitu sejenis lika-liku menenpuh perjalannan spiritual yang serting disebut thariqah (tarekat, perjalanan spiritual). Dalam konteks ini menurut Syaiful M. Maghsri yang dikenal dengan adanya (santri), musyrid (guru, syekh) dan juga alam kewalian. Laku tarekat dimaksudkan untuk melakukan perluasaan kesadaran dari kesadaran nafsu ke kesadaran ruhaniah yang lebih tinggi.

Semangkin manusia dapat menaiki jenjang spiritual ke arah tingkatan kehidupan yang lebih tinggi, maka semangkin dapat menemukan pengetahuan esoterik (ma'rifat). Oleh karena itu, maka dikenal istilah maqamat (stasion-stasion spiritual), yang sebuah kesadaran spiritual (sebuah kesadaran jiwani) di mana seseorang sufi sudah dapat mencapainya.

Lebih spesipik, taswuf juga dikembangkan dalam bentuk penyembuhan ( sufi healing ). Penyembuhan dengan metode tasawuf sudah berkembang dalam waktu yng sangat panjang. Bahkan menjadi pola penyembuhan alternatif yang banyak diminati masyarakat. zikir-zikir dan lika-liku tasawuf secara umum akan memeunculkan energi positif yang datang dari Allah SWT yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, penyembuhan dan spiritualitas. Juga dari tangan-tangan para sufi itu energi Allah SWT mengalir secara menakjubkan, baik untuk penyembuhan maupun penyelarasan-penyelarasan.

Dalam konteks ini, tidak dibahas tasawuf secara panjang lebar, tetapi lebih difokuskan pada muatan-muatan spiritualitasnya dalam memberi warna bagi peserta Pelatihan Ilmu Bioenergi. Tasawuf yang menekankan pada komunikasi kepada Allah SWT akan berimplikasi pada kesucian hati, kebersihan pikiran dan kebahagian jiwa. Lebih lanjut, kondisi psikologis yang selaras dan seimbang tersebut akan memunculkan setidak-tidaknya tiga hal yaitu, kesehatan, kemampuan luar biasa dan transendensi spiritual. Dari perspektif inilah, Syaiful M. Maghsri bermaksud memasukkan nilai-nilai moral tasawuf dalam praktik Bioenergi. Ia sendiri membuktikan bahwa praktik-praktik Bioenergi dengan moralitas sufistik akan lebih luar biasa dampaknya bagi peningkatan kualitas organ fisik dan psikis yang dimiliki manusia.

Olah spiritual merupakan fenomena universal. Syaiful M. Maghsri memiliki kesadaran tinggi melebihi kesadaran banyak orang dan dihiasi dengan hati yang bersih, keluhuran moral dan ketekunan latihan spiritual, maka akan memiliki kelebihan dalam kemampuan psiko-spiritual. Ini tidak dibatasi oleh agama tertentu, sebagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi yang sifatnya lintas agama karena universalitasnya. Jika ada orang-orang yang memiliki keahlian, di bidang spiritual maupun iptek, maka hal ini disebabkan karena mereka dapat memahami fenomena alam ( ayat kauniyah ). Spiritualitas dan sains adalah fenomena universal yang tidak perlu dilihat apa agamanya, tetapi apa manfaat dari penemuannya bagi kemaslahatan umat manusia. Memanfaatkan Bioenergi sama artinya dengan memanfaatkan energi air atau pun sinar matahari untuk listrik dan sebagainya.

Senin, 05 Desember 2011

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, Kegiatan inti dan kegiatan penutup.
1. Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru:
a. menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
b. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengait¬kan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
c. menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai;
d. menyampaikan cakupan materi dan penjelasanuraian kegiatan sesuai silabus.
2. Kegiatan Inti
Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pem¬belajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, me¬motivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativi¬tas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuai¬kan dengan karakteristik peserta didik dan mata pela¬jaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
a. Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
1) melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prin¬sip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber;
2) menggunakan beragam pendekatan pembela¬jaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain;
3) memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;
4) melibatkan peserta didik secara aktif dalam se¬tiap kegiatan pembelajaran; dan
5) memfasilitasi peserta didik melakukan per¬cobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.

b. Elaborasi
Dalarn kegiatan elaborasi, guru:
1) membiasakan peserta didik membaca dan me¬nulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna;
2) memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memuncul¬kan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
3) memberi kesempatan untuk berpikir, menga¬nalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut;
4) memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif can kolaboratif;
5) memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar;
6) rnenfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan balk lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;
7) memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan r iasi; kerja individual maupun kelompok;
8) memfasilitasi peserta didik melakukan pamer¬an, turnamen, festival, serta produk yang diha-silkan;
9) memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa per¬caya diri peserta didik.
c. Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
1) memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupunhadiah terhadap keberhasilan peserta didik,
2) memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplo¬rasi dan elaborasi peserta didik melalui ber¬bagai sumber,
3) memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan,
4) memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:
a) berfungsi sebagai narasumber dan fasilita¬tor dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan be¬nar;
b) membantu menyelesaikan masalah;
c) memberi acuan agar peserta didik dapatmelakukan pengecekan hasil eksplorasi;
d) memberi informasi untuk bereksplorasi Iebih jauh;
e) memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

3. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
a. bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran;
b. melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsis-ten dan terprogram;
c. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
d. merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layan¬an konseling dan/atau memberikan tugas balk tu¬gas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;
e. menyampaikan iencana pembelajaran pada per¬temuan berikutnya.

KEPEMIMPINAN PEMBELAJARAN

KEPEMIMPINAN PEMBELAJARAN




Materi Diklat Peningkatan Kompetensi
Pengawas dan Kepala Madrasah
(Diadaptasikan dari Materi Standar Badan PSDMP dan PMP)












KERJASAMA ANTARA
KEMENTERIAN AGAMA RI DAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2011
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................. i
PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Pengantar ........................................................................... 1

B. Kompetensi yang Diharapkan Dimiliki oleh Pembaca ................ 2
C. Deskripsi Kegiatan Belajar ...................................................
2
D. Kegunaan Materi Pelatihan ..................................................
2
E. Petunjuk Penggunaan Materi Pelatihan ..................................
3
F. Langkah-langkah Kegiatan Pelatihan .....................................
3

KEGIATAN BELAJAR I
Arti, Tujuan, dan Pentingnya Kepemimpinan Pembelajaran................. 5
A. Pengantar ........................................................................... 5

B. Materi Pokok ....................................................................... 6
C. Kasus .................................................................................
12
D. Rangkuman.......................................................................... 17

KEGIATAN BELAJAR 2
Kompetensi Kepemimpinan Pembelajar......................................... 19
A. Pengantar ........................................................................... 19
B. Materi Pokok........................................................................ 19
C. Kasus ................................................................................. 28
D. Rangkuman .......................................................................... 29

KEGIATAN BELAJAR 3
Cara Menerapkan Kepemimpinan Pembelajaran ............................. 30
A. Pengantar ........................................................................... 30
B. Materi Pokok........................................................................ 30
C. Kasus……….......................................................................... 35
D. Rangkuman ........................................................................
38

REFLEKSI....................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 40

PENDAHULUAN

A. Pengantar
Kepemimpinan merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah/madrasah. Banyak model kepemimpinan yang dapat dianut dan diterapkan dalam bebagai organisasi/institusi, baik profit maupun nonprofit. Namun, model kepemimpinan yang paling cocok untuk diterapkan di sekolah adalah kepemimpinan pembelajaran. Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa kepala sekolah/madrasah yang memfokuskan kepemimpinan pembelajaran menghasilkan prestasi belajar siswa yang lebih baik dari pada kepala sekolah/madrasah yang kurang memfokuskan pada kepemimpinan pembelajaran. Ironisnya, kebanyakan kepala sekolah/madrasah tidak menerapkan model kepemimpinan pembelajaran.
Kepemimpinan pembelajaran sangat cocok diterapkan di sekolah karena misi utama sekolah adalah mendidik semua siswa dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk menjadi orang dewasa yang sukses dalam menghadapi masa depan yang belum diketahui dan yang sarat dengan tantangan-tantangan yang sangat turbulen. Misi inilah yang kemudian menuntut sekolah sebagai organisasi harus memfokuskan pada pembelajaran, yang meliputi kurikulum, proses belajar mengajar, dan penilaian hasil belajar. Oleh karena itu, materi pelatihan ini akan membahas secara spesifik tentang kepemimpinan pembelajaran seperti yang disebutkan pada deskripsi kegiatan belajar.


B. Kompetensi yang Diharapkan Dimiliki oleh Pembaca
Setelah mempelajari materi pelatihan ini, diharapkan para pembaca memiliki kompetensi-kompetensi sebagai berikut.
(1) Memahami arti dan tujuan kepemimpinan pembelajaran.
(2) Mengidentifikasi kompetensi kepemimpinan pembelajaran.
(3) Menerapkan strategi kepemimpinan pembelajaran.
C. Deskripsi Kegiatan Belajar
Dalam mempelajari materi pelatihan ini, ada tiga kegiatan belajar yang harus dilaksanakan yaitu:
Kegiatan Belajar 1: Arti, tujuan, dan pentingnya kepemimpinan pembelajaran
Kegiatan Belajar 2: Kompetensi kepemimpinan pembelajaran
Kegiatan Belajar 3: Strategi pelaksanaan kepemimpinan pembelajaran
Tiga hal penting yang harus dilakukan sebelum melaksanakan empat kegiatan belajar yang dimaksud, yaitu:
(1) kuatkan komitmen untuk berkembang;
(2) yakinkan diri anda bahwa belajar melalui materi pelatihan ini merupakan kebutuhan sekolah/madrasah bukan kegiatan rutin untuk memenuhi tuntutan proyek;
(3) yakinkan diri anda bahwa hanya dengan belajar, Anda akan menjadi pemimpin yang jauh lebih baik dan dikagumi. Semoga!
D. Kegunaan Materi Pelatihan
Materi pelatihan ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak berikut.
(1) Bagi kepala sekolah/madrasah/madrasah baru dan atau yang belum menguasai kompetensi yang diharapkan, materi pelatihan ini dapat dimanfaatkan sebagai langkah awal pengembangan kompetensi kepemimpinan pembelajaran. Sedangkan bagi mereka yang sudah berpengalaman, materi pelatihan ini dapat digunakan sebagai bahan refleksi sekaligus bahan pengayaan.
(2) Bagi Musyawarah Kerja Kepala sekolah/madrasah (MKKS) dan Kelompok Kerja Kepala sekolah/madrasah (KKKS)/Madarasah, materi pelatihan dapat dijadikan bahan diskusi untuk berbagi pengalaman tersebut.
(3) Bagi guru yang ingin mengembangkan karirnya sampai menjadi kepala sekolah/madrasah/madrasah, materi pelatihan ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan untuk menyiapkan diri sebagai kepala sekolah/madrasah/madrasah.
E. Petunjuk Penggunaan Materi Pelatihan
(1) Cermati kompetensi yang akan dipelajari sebelum menelaah bahan bacaan.
(2) Laksanakan dengan sungguh-sungguh setiap kegiatan yang dianjurkan pada masing-masing kegiatan belajar.
(3) Telaahlah secara cermat dan kritis teks atau bahan bacaan.
(4) Lakukan refleksi terhadap apa yang telah anda kerjakan atau pelajari.
(5) Bila mengalami kesulitan, jangan segan melakukan diskusi dengan teman sejawat di MKKS/KKKS Madrasah atau menanyakannya kepada kepala sekolah/madrasah pemandu.
F. Langkah-langkah Kegiatan Pelatihan
Materi pelatihan ini dirancang untuk dipelajari oleh kepala sekolah/madrasah/madrasah dalam pelatihan. Oleh karena itu langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mempelajari materi pelatihan ini mencakup aktivitas individual dan kelompok. Aktivitas individual meliputi: (1) membaca materi pelatihan, (2) melakukan latihan/mengerjakan tugas, menyelesaikan masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar, (3) membuat rangkuman, dan (4) melakukan refleksi. Sedangkan aktivitas kelompok meliputi: (1) mendiskusikan materi pelatihan, (2) bertukar pengalaman (sharing) dalam melakukan latihan menyelesaikan masalah/kasus, dan (3) membuat rangkuman. Langkah-langkah pembelajaran dapat digambarkan seperti berikut.














Gambar 1: Langkah-langkah Kegiatan Pelatihan




KEGIATAN BELAJAR 1
Arti, Tujuan, dan Pentingnya Kepemimpinan Pembelajaran

Bacalah materi berikut ini dengan cermat!
A. Pengantar
Pentingnya kepemimpinan pembelajaran yang kuat agar sekolah menjadi efektif, diulas oleh Hallinger dan Heck (1993). Mereka mereview mengenai beberapa penelitian empirik peran kepemimpinan pembelajaran dalam menghasilkan capaian lulusan yang baik, menyimpulkan bahwa meskipun kepemimpinan pembelajaran tidak secara langsung berkaitan dengan kegiatan pembelajaran, namun pengaruhnya kepada pencapaian hasil dapat terjadi secara tidak langsung. Kepemimpinan pembelajaran mencakup perilaku-perilaku kepala sekolah/madrasah dalam merumuskan dan mengkomunikasikan tujuan sekolah, memantau, mendampingi, dan memberikan umpan balik dalam pembelajaran, membangun iklim akademik, dan memfasilitasi terjadinya komunikasi antar staf.
Pengaruh kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership) terhadap peningkatan hasil belajar siswa sudah tidak diragukan lagi. Sejumlah ahli pendidikan telah melakukan penelitian tentang pengaruh kepemimpinan pembelajaran terhadap peningkatan hasil belajar. Mereka menyimpulkan bahwa:
If our schools are to improve, we must redefine the principal’s role and move instructional leadership to the forefront (Buffie, 1989).

If a school is to be an effective one, it will be because of the instructional leadership of the principal …. (Findley,1992).

Effective principals are expected to be effective instructional leaders ...... the principal must be knowledgable about curriculum development, teachers and instructional effectiveness, clinical supervision, staff development, and teacher evaluation (Hanny, 1987).

Dari kutipan-kutipan tersebut di atas dapat disarikan bahwa peningkatan hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan pembelajaran. Artinya, jika hasil belajar siswa ingin dinaikkan, maka kepemimpinan yang menekankan pada pembelajaran harus diterapkan. Untuk lebih jelasnya, berikut dibahas tentang arti, tujuan, pentingnya kepemimpinan pembelajaran, butir-butir penting kepemimpinan pembelajaran, dan kontribusi kepemimpinan pembelajaran terhadap hasil belajar.
B. Materi Pokok
1. Arti Kepemimpinan Pembelajaran
Kepemimpinan pembelajaran adalah kepemimpinan yang memfokuskan/menekankan pada pembelajaran yang komponen-komponennya meliputi kurikulum, proses belajar mengajar, asesmen, penilaian, pengembangan guru, layanan prima dalam pembelajaran, dan pembangunan komunitas belajar di sekolah.
2. Tujuan Kepemimpinan Pembelajaran
Tujuan utama kepemimpinan pembelajaran adalah memberikan layanan prima kepada semua siswa agar mereka mampu mengembangkan potensinya untuk menghadapi masa depan yang belum diketahui dan sarat dengan tantangan-tantangan yang sangat turbulen.
Dengan kata-kata lain, tujuan kepemimpinan pembelajaran adalah untuk memfasilitasi pembelajaran agar siswanya meningkat: prestasi belajarnya, kepuasan belajarnya, motivasi belajarnya, keingintahuannya, kreativitasnya, inovasinya, jiwa kewirausahaannya, dan kesadarannya untuk belajar sepanjang hayat karena ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni berkembang dengan pesat.
3. Pentingnya Kepemimpinan Pembelajaran
Kepemimpinan pembelajaran sangat penting untuk diterapkan di sekolah karena mampu: (1) meningkatkan prestasi belajar siswa secara signifikan; (2) memberikan dorongan dan arahan terhadap warga sekolah untuk meningkatkan prestasi belajar siswanya; (3) memfokuskan kegiatan-kegiatan warganya untuk menuju pencapaian visi, misi, dan tujuan sekolah; dan (4) membangun komunitas belajar warganya dan bahkan mampu menjadikan sekolahnya sebagai sekolah belajar (learning school).
Sekolah belajar memiliki perilaku-perilaku sebagai berikut: memberdayakan warga sekolah seoptimal mungkin, memfasilitasi warga sekolah untuk belajar terus dan belajar ulang, mendorong kemandirian setiap warga sekolahnya, memberi kewenangan dan tanggungjawab kepada warga sekolahnya, mendorong warga sekolah untuk akuntabilitas terhadap proses dan hasil kerjanya, mendorong teamwork yang (kompak, cerdas, dinamis, harmonis, dan lincah/cepat tanggap terhadap pelanggan utama yaitu siswa), mengajak warga sekolahnya untuk menjadikan sekolahnya berfokus pada layanan siswa, mengajak warga sekolahnya untuk siap dan akrab menghadapi perubahan, mengajak warga sekolahnya untuk berpikir sistem, mengajak warga sekolahnya untuk komitmen terhadap keunggulan mutu, dan mengajak warga sekolahnya untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus.

4. Butir-butir Penting Kepemimpinan Pembelajaran
Butir-butir penting kepemimpinan pembelajaran tercakup dalam model-model berikut ini.
Model Hallinger dan Murphy (1985)
Model Hallinger dan Murphy terdiri empat dimensi dan 11 deskriptor yang dapat diringkas seperti tabel berikut sebagai berikut.
Tabel 1. Dimensi dan Deskriptor
Dimensi Deskriptor
Merumuskan misi Merumuskan tujuan sekolah
Mengkomunikasikan tujuan sekolah
Mengelola Program pembelajaran Mensupervisi dan mengevaluasi pembelajaran
Mengkoordinasikan kurikulum
Memonitor kemajuan pembelajaran siswa
Membangun iklim sekolah Mengkontrol alokasi waktu pembelajaran
Mendorong pengembangan profesi
Memfokuskan pencapaian visi
Menyediakan insentif bagi guru
Menetapkan standar akademi
Memberikan insentif bagi siswa
Model Murphy (1990)
Murphy mengembangkan empat dimensi kepemimpinan yang selanjutnya diurai menjadi 14 peran atau perilaku. Kerangka kerja (model) tersebut diringkas sebagai berikut.

Tabel 2. Dimensi dan Peran atau Perilaku
Dimensi Peran atau Perilaku
Mengembangkan misi dan tujuan Merumuskan tujuan sekolah
Mengkomunikasikan tujuan sekolah
Mengembangkan fungsi produksi pendidikan Mendorong pembelajaran bermutu
Mensupervisi pembelajaran
Mengontrol alokasi waktu pembelajaran
Mengkoordinasikan kurikulum
Memonitor kemajuan pembelajaran siswa
Mendorong iklim pembelajaran akademis Membangun standard an harapan positif
Memfokuskan pencapaian visi
Menyediakan insentif bagi guru dan siswa
Mendorong pengembangan profesi
Mengembangkan lingkungan kerja yang mendukung

Menciptakan lingkungan kerja yang tertib dan aman
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara bermakna
Mengembangkan kolaborasi dan dan ikatan kohesif diantara staf
Menjamin siumber-sumber dari luar mendukung pencapaian tujuan sekolah
Membangun ikatan antara sekolah dengan keluarga siswa
Model Weber (1996)
Weber mengidentifikasi lima domain utama kepemimpinan pembelajaran tanpa menguraikannya lagi secara lebih detil. Ke lima domain utama tadi adalah: (1) merumuskan misi sekolah, (2) mengelola kurikulum dan pembelajaran, (3) mendorong terciptanya iklim belajar yang positif, (4) mengobservasi dan memperbaiki pembelajaran, dan (5) melakukan penilaian program pembelajaran.

Model Jones
Jones membagi kepemimpinan pembelajaran atas empat kuadran (A, B, C, dan D) seperti gambar berikut ini.

Gambar 1. Kuadran Kepemimpinan Pembelajaran

Model Dit. Tendik
Dit. Tendik (2009) memberikan 12 kompetensi pemimpin pembelajaran yaitu: pemimpin pembelajaran harus memiliki 12 kompetensi sebagai berikut: (1) mengartikulasikan pentingnya visi, misi, dan tujuan sekolah yang menekankan pada pembelajaran, (2) mengarahkan dan membimbing pengembangan kurikulum, (3) membimbing pengembangan dan perbaikan proses belajar mengajar yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran serta pengelolaan kelas, (4) mengevaluasi kinerja guru dan mengembangkannya, (5) membangun komunitas pembelajaran, (6) menerapkan kepemimpinan visioner dan situasional, (7) melayani kegiatan siswa, (8) melakukan perbaikan secara terus menerus, (9) menerapkan karakteristik kepala sekolah/madrasah efektif, (10) memotivasi, mempengaruhi, dan mendukung prakarsa, kreativitas, inovasi, dan inisiasi pengembangan pembelajaran, (11) membangun teamwork yang kompak, dan (12) menginspirasi dan memberi contoh.
Tidak ada model yang sempurna. Setiap model memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Model yang terbaik untuk diterapkan adalah model yang cocok dengan kebutuhan sekolah.

5. Kontribusi Kepemimpinan Pembelajaran terhadap Hasil Belajar
Pengaruh kepemimpinan pembelajaran tidak langsung bekerja pada proses pembelajaran di kelas, namun dengan kepemimpinan pembelajaran akan terbangun iklim akademik yang positif, komunikasi yang baik antar staf, perumusan tuntutan akademik yang tinggi, tekad untuk mencapai tujuan sekolah. Hal semacam ini sudah dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Alig-Mielcarek (2003).






C. Kasus


Untuk semua kepala sekolah/madrasah/madrasah
Diskusikan kelemahan dan kelebihan masing-masing model kepemimpinan pembelajaran selama 10 menit! Anda pilih model yang mana?. Buat powerpointnya. Sajikan di depan kelompok lain untuk mendapatkan komentar-komentar dan saran-saran sebagai masukan.

Diskusikan kasus berikut ini selama 10 menit! Buat powerpointnya! Sajikan di depan kelompok lain untuk mendapatkan komentar-komentar dan saran-saran sebagai masukan!

Kasus untuk Kepala SD/MI
Saya adalah salah satu orang tua murid di SDN/MI XX di Kota Mayasari. Saya ingin menanyakan banyaknya pungutan uang di sekolah anak saya tersebut. Salah satu pungutan yang menjadi keluhan saya adalah pungutan untuk biaya les. Terus terang saja, sebenarnya saya tidak keberatan jika anak saya harus les karena dengan les tersebut diharapkan ilmu pengetahuan anak saya akan bertambah. Les itu, menurut saya dapat memperdalam ilmu pengetahuan yang tidak cukup waktunya jika diberikan jam pelajaran biasa di kelas. Tetapi, jika les itu hanya membuang-buang waktu dan tidak penting untuk apa diadakan les? Diam-diam tanpa pengetahuan guru les, saya mengamati guru itu. Kesimpulannya adalah ternyata guru tersebut sengaja mengajar tidak jelas dan tidak memaksimalkan jadwal pelajaran di sekolah. Kesengajaan ini hanyalah akal-akalan guru agar perlu ada pelajaran tambahan melalui les. Les dipakai guru untuk menambah penghasilan. Guru mewajibkan semua siswa ikut les dan bayar. Bagi siswa yang mengikuti les disuruh guru itu maju ke depan untuk mengerjakan soal-soal yang hanya dapat dikerjakan oleh yang ikut les. Dalam rapat pertemuan orang tua/wali murid, beberapa orang tua/wali murid mengeluh. Keluhan mereka pada umumnya sama, hanya cara menyampaikannya saja yang berbeda. Intinya adalah para orang tua/wali murid mengeluh. Keluhan mereka adalah walaupun anaknya diwajibkan ikut les, buktinya kemampuan anak-anaknya tidak bertambah bahkan merosot.

Kasus untuk Kepala SMP/MTs

Diskusikan kasus berikut selama 10 menit. Buat powerpointnya. Sajikan di depan kelompok lain untuk mendapatkan komentar-komentar dan saran-saran sebagai masukan.
1. Menurut anda, Dini melakukan fungsi manager atau instruktional leadership? Mengapa?
2. Apa yang Dini lakukan untuk meningkatkan kualitas sekolah?

Ibu Dini (nama samaran) memulai profesi pendidik sebagai guru ilmu pengetahuan alam di sebuah SMP/MTs. Setelah mengajar selama beberapa tahun, Dini dipercaya menjadi seorang kepala sekolah/madrasah. Dini juga aktif dalam KKG dan juga kuliah di sebuah universitas dalam pasca sarjana pendidikan pada malam hari untuk meningkatkan kompentensinya sebagai pendidik.
Berawal dari seorang guru yang kompeten, maka Dini mendesain posisi kepala sekolah/madrasah yang diembannya berdasarkan kekuatan yang dimiliki. Keahlian dalam bidang instruksional dan pengetahuan dalam bidang kurikulum adalah pondasi yang kuat dalam melakukan penerapan instructional leadership dalam sekolahnya.
Rencana dalam penerapan konsep instruksional leadership melibatkan diri sendiri terlebih dahulu. Dimana dalam perencanaan Dini melakukan penilaian terhadap kondisi sekolah yang dihadapi pada saat itu. Perencanaan dilakukan secara detail berdasarkan format dan ceklist yang sudah ada. Sehingga dapat dilihat bahwa dinding kantor Dini seperti pusat strategi komando yang penuh dengan data pencapaian murid dan data performa guru dan grafik kurikulum. Sebagai patokan dalam penerapan instructional leadership.
Beliau melakukan observasi kelas secara reguler untuk mengetahui proses belajar mengajar, sehingga dapat mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan setiap kelas. Berkolaborasi secara regular dengan wakil kepala sekolah/madrasah dan koordinator guru untuk memonitor kebutuhan murid dan menentukan strategi dan bahan ajar yang tepat dalam rangka mengoptimalkan potensi guru dan murid. Beliau berdiskusi bersama murid- murid dan guru tentang tujuan belajar. Tujuan yang hendak dicapai adalah setiap murid dan guru mendapatkan pengalaman pendidikan yang positif dan optimal di sekolah.

Kasus Kepala SMA/MA
SMA/MA Negeri I Cinganjuk (bukan nama sebenarnya) berdiri sejak 1961, kinerja akademik dan nonakademik sekolah tersebut menunjukkan prestasi menonjol, tiga tahun terakhir ini sekolah memenangkan kompetisi matematik, biologi, bahasa inggris, debat, menulis, basket dan renang di tingkat kabupaten dan provinsi. Hal ini menjadikan sekolah tersebut menjadi sekolah yang favorit di daerahnya, animo masyarakat sangat tinggi, sekarang mempunyai jumlah siswa 996, jumlah guru 63 orang.
Visi sekolah tersebut dirumuskan dalam bentuk mnemonic, yaitu menjadi “CHAMPIONS” dengan nasionalisme, kesadaran sosial tinggi, mengembangkan kecerdasan majemuk, dan mengembangkan teknologi tinggi. Sedangkan misinya dijabarkan dari CHAMPIONS yang berarti
Committed to be center of excellence
Harmonizing nationalism with global network
Attitude and behavior reflecting religious morality
Multiple-intelligence integrated in competence-based curriculum
Professional and accountable school based management
Innovative learning process using ICT
Optimizing the roles of stakeholders for school progress
Never-ending effort to get continuous improvement
Social cultural awareness and community service
Pak Asep (nama samaran) masih belum puas dengan pencapaian tersebut. Beliau merasa berat untuk mencapai visi misi yang sudah ditetapkan. Beliau beranggapan bahwa tidak punya komitmen kemampuan yang tinggi untuk mencapainya.

D. Rangkuman
(1) Kepemimpinan pembelajaran adalah kepemimpinan yang memfokuskan/menekankan pada pembelajaran yang unsur-unsurnya meliputi kurikulum, proses belajar mengajar, penilaian hasil belajar, penilaian serta pengembangan guru, layanan prima dalam pembelajaran, dan pembangunan komunitas belajar di sekolah.
(2) Tujuan utama kepemimpinan pembelajaran adalah memberikan layanan prima kepada semua siswa agar mereka mampu mengembangkan potensinya untuk menghadapi masa depan yang belum diketahui dan sarat dengan tantangan-tantangan yang sangat turbulen.
(3) Kepemimpinan pembelajaran sangat penting untuk diterapkan disekolah karena kepemimpinan pembelajaran berkontribusi sangat signifikan terhadap peningkatan prestasi belajar siswa.
(4) Butir-butir penting kepemimpinan pembelajaran menyarankan bahwa kepemimpinan pembelajaran akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh: (a) figur (kepala sekolah/madrasah) yang mampu berpikir, bersikap, dan bertindak sebagai pemimpin pembelajaran, (b) kultur pembelajaran yang dikembangkan melalui pembangunan komunitas belajar di sekolah, dan (c) sistem (struktur) yang utuh dan benar.
(5) Perilaku kepala sekolah/madrasah (pemimpin pembelajaran), guru, dan karyawan berkontribusi sangat signifikan terhadap peningkatan efektivitas pembelajaran di sekolah.
(6) Siapapun yang ingin menjadi pemimpin pembelajaran harus memiliki 12 kompetensi sebagai berikut: (1) mengartikulasikan pentingnya visi, misi, dan tujuan sekolah yang menekankan pada pembelajaran, (2) mengarahkan dan membimbing pengembangan kurikulum, (3) membimbing pengembangan dan perbaikan proses belajar mengajar yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran serta pengelolaan kelas, (4) mengevaluasi kinerja guru dan mengembangannya, (5) membangun komunitas pembelajaran, (6) menerapkan kepemimpinan visioner dan situasional, (7) melayani kegiatan siswa, (8) melakukan perbaikan secara terus menerus, (9) menerapkan karakteristik kepala sekolah/madrasah efektif, (10) memotivasi, mempengaruhi, dan mendukung prakarsa, kreativitas, inovasi, dan inisiasi pengembangan pembelajaran, (11) membangun teamwork yang kompak, dan (12) menginspirasi dan memberi contoh.



KEGIATAN BELAJAR 2
Kompetensi Kepemimpinan Pembelajaran

Bacalah materi berikut ini dengan cermat!
A. Pengantar
Beberapa konsep kepemimpinan pembelajaran deskriptif sudah diuraikan dalam kegiatan pembelajaran 1. Dalam kegiatan pembelajaran 2 akan dibahas kepemimpinan pembelajaran preskriptif (konsep kepemimpinan pembelajaran operasional).

B. Materi Pokok
Tujuh langkah kepemimpinan pembelajaran efektif McEwan
McEwan (2002) mengembangkan konsep kepemimpinan pembelajaran yang lebih operasional dengan tujuh langkah kepemimpinan pembelajaran lengkap dengan indikatornya seperti berikut ini.
1. Menetapkan tujuan pembelajaran dengan jelas
(a) Melibatkan guru-guru dalam mengebangkan dan menerapkan tujuan dan sasaran pembelajaran sekolah.
(b) Mengacu kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah/system pendidikan dalam mengembangkan program pembelajaran.
(c) Memastikan aktivitas sekolah dan kelas konsisten dengan tujuan pembelajaran.
(d) Mengevaluasi kemajuan pencapaian tujuan pembelajaran
2. Menjadi Nara sumber bagi staf
(a) Bekerjasama dengan guru untuk untuk memperbaiki program pembelajaran di dalam kelas sesuai dengan kebutuhan siswa
(b) Membuat program pengembangan pembelajaran yang didasarkan atas hasil penelitian dan praktik yang baik
(c) Menerapkan prosedur formatif yang baik dalam mengevaluasi program pembelajaran
3. Menciptakan Budaya dan iklim sekolah yang kondusif bagi pembelajaran
(a) Menciptakan kelas-kelas inklusif yang memberi kesan bahwa di dalamnya semua siswa boleh belajar
(b) Menyediakan waktu yang lebih panjang untuk belajar (dalam kelas tersebut) bagi siswa-siswa yang membutuhkannya
(c) Mendorong agar guru berperilaku positif dalam kelas sehingga membuat iklim pembelajaran baik dan tertib dalam kelas
(d) Menyampaikan pesan-pesan kepada siswa dengan berbagai cara bahwa mereka bisa sukses
(e) Membuat kebijakan yang berkaitan dengan kemajuan belajar siswa (pekerjaan rumah, penilaian, pemantauan kemajuan belajar, remediasi, laporan hasil belajar, kenaikan/tinggal)
Pertama, Menetapkan sasaran prestasi siswa yang akan dikomunikasikan secara langsung kepada siswa, guru dan orang tua.
Kedua, Menetapkan aturan yang jelas mengenai waktu penggunaan kelas untuk pembelajaran dan monitor waktu efektif penggunaannya.
Ketiga, Menetapkan, laksanakan, dan evaluasi prosedur dan aturan untuk menangani dan menegakkan masalah-masalah disiplin bersama dengan guru dan siswa (sebagaimana mestinya).

4. Mengkomunikasikan visi dan misi sekolah ke staf
(a) Melakukan komunikasi dua arah secara sistimatis dengan staff tentang tujuan dan sasaran lembaga (sekolah)
(b) Menetapkan, mendukung, dan melaksanakan aktivitas yang mengkomunikasikan kepada siswa tentang nilai dan arti belajar
(c) Mengembangkan dan gunakan saluran-saluran komunikasi dengan orang tua untuk menyampaikan tujuan-tujuan sekolah yang telah ditetapkan
5. Mengkondisikan staf untuk mencapai cita-cita profesional tinggi.
(a) Melibatkan diri Anda mengajar secara langsung di kelas
(b) Membantu guru-guru dalam mengupayakan dan mencapai keinginan profesionalnya yang brtkaitan dengan pembelajaran sekolah dan pantau apakah keinginannya itu terwujud
(c) Melakukan observasi terhadap semua kelas secara teratur, baik secara informal atau formal
(d) Melibatkan diri Anda dalam persiapan observasi kelas
(e) Melibatkan diri Anda dalam rapat-rapat yang membahas hasil observasi terutama yang menyangkut perbaikan pembelajarani.
(f) Melakukan evaluasi yang mendalam, bertanggungjawab, mengarahkan,dan memberi rekomendasi bagi pengembangan pribadi dan profesi sesuai dengan kebutuhan individu
6. Mengembangkan kemampuan profesional guru
(a) Membuat jadwal, rencana, atau fasilitasi berbagai rapat (perencanaan, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, atau pelatihan dalam jabatan) guru yang membicarakan isu-isu pembelajaran.
(b) Memberi kesempatan guru untuk mengikuti pelatihan tentang kolaborasi, membuat keputusan bersama, coaching, mentoring, pengembangan kurikulum, dan presentasi
(c) Memberi motivasi dan suberdaya pada guru untuk berpartisipasi dalam aktivitas pengembangan profesional
7. Bersikap positif terhadap siswa, staf, dan orang tua.
(a) Melayani siswa dan berkomunikasilah dengan mereka mengenai berbagai aspek kehidupan sekolah mereka
(b) Berkomunikasi dengan dengan semua staff dilakukan secara terbuka dengan menghormati perbedaan pendapat yang ada
(c) Menunjukan perhatian terhadap masalah-masalah siswa, guru, dan staf dan libatkan diri dalam pemecahan masalah mereka seperlunya
(d) Menunjukkan kemampuan hubungan interpersonal dengan semua pihak
(e) Selalu menjaga moral yang baik
(f) Selalu tanggap terhadap apa yang menjadi perhatian staf, siswa, dan orang tua
(g) Mengakui/memuji keberhasilan/kemampuan orang lain
Berikut disampaikan standar kepala sekolah/madrasah sebagai pemimpin pembelajaran yang dikembangkan oleh para akademisi dan praktisi kepemimpinan pembelajaran yang tergabung dalam Komisi Redesain Kepemimpinan Pembelajaran Kepala sekolah/madrasah di Tennesee, USA pada tahun 2007 yang diketuai oleh Mary Jo.


Standar A: Peningkatan secara berkelanjutan
Melaksanakan pendekatan yang sistematik dan koheren untuk menuju peningkatan secara berkelanjutan dalam prestasi akademik seluruh siswa.
Indikator:
(1) melibatkan pemangku kepentingan pendidikan dalam mengembangkan visi, misi dan tujuan sekolah yang menekankan pada kegiatan pembelajaran bagi seluruh siswa dan konsisten dengan apa yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/kota,
(2) memfasilitasi pelaksanaan strategi yang jelas untuk mencapai visi, misi, dan tujuan yang menekankan pada kegiatan pembelajaran bagi seluruh siswa dan mengedepankan layanan pembelajaran siswa,
(3) menciptakan struktur organisasi yang kondusif untuk mendukung pencapaian visi, misi dan tujuan sekolah yang menekankan pada kegiatan pembelajaran bagi seluruh siswa,
(4) memfasilitasi pengembangan, implementasi, evaluasi, dan revisi data yang menginformasikan rencana peningkatan sekolah secara luas untuk kepentingan peningkatan sekolah secara berkelanjutan,
(5) mengembangkan kerjasama antara kepala sekolah/madrasah, guru, orangtua siswa, dan masyarakat sekitar dalam rangka peningkatan secara berkelanjutan,
(6) mengkomunikasikan dan menyelenggarakan sekolah berdasarkan keyakinan yang kuat bahwa seluruh siswa dapat mencapai kesuksesan akademik, dan
(7) menggunakan data untuk merencanakan pengembangan sekolah secara berkelanjutan.
Standar B: Kultur Pembelajaran
Menciptakan kultur pembelajaran yang progresif/kondusif di sekolahnya agar hasil belajar siswa dapat ditingkatkan setinggi-tingginya.
Indikator:
(1) mengembangkan kultur sekolah secara berkelanjutan berdasarkan pada etika, perbedaan, persamaan, dan nilai solidaritas,
(2) mendampingi, melatih, dan memimpin dalam pengembangan kultur sekolah agar kondusif untuk belajar siswa,
(3) mengembangkan dan memelihara lingkungan yang disiplin belajar dengan aman, tertib, tenteram, dan nyaman,
(4) memimpin seluruh staf (guru dan karyawan) dan siswa dalam mengembang-kan disiplin diri dan setia dalam menjalankan tugas dan fungsinya,
(5) memimpin dan memelihara kultur sekolah yang dapat memaksimalkan waktu untuk belajar,
(6) mengembangkan kepemimpinan kelompok, yang dirancang untuk tanggung jawab dan kepemilikan bersama untuk mencapai misi sekolah,
(7) memimpin warga sekolah dalam membangun hubungan erat antar warganya agar menghasilkan lingkungan belajar yang produktif,
(8) mendorong dan memimpin perubahan yang menantang berdasarkan hasil penelitian,
(9) membangun dan memelihara hubungan kekeluargaan yang kuat dan mendukung,
(10) mengenali dan merayakan keberhasilan sekolah dan mencegah kegagalan, dan
(11) menjalin tali komunikasi yang kuat dengan guru, orangtua, siswa dan pemangku kepentingan.
Standar C: Kepemimpinan Pembelajaran dan Penilaian Hasil Belajar (Asesmen)
Memfasilitasi peningkatan mutu pembelajaran di sekolahnya berdasarkan hasil evaluasi dan dilakukan secara terus menerus dalam rangka untuk meningkatkan hasil belajar siswa seoptimal mungkin.
Indikator:
(1) memimpin proses penilaian siswa secara sistematis dan evaluasi program yang menggunakan data kualitatif dan kuantitatif,
(2) memimpin komunitas belajar profesional dalam menganalisis dan meningkatkan mutu kurikulum dan mutu pembelajaran,
(3) menjamin aksesibilitas terhadap kurikulum dan dukungan yang diperlukan oleh siswa untuk mencapai hasil maksimum yang diharapkan,
(4) memiliki keterampilan hitungan sederhana yang terkait dengan penilaian hasil belajar (asesmen) dalam memfasilitasi peningkatan mutu pembelajaran terutama guru, dan
(5) menggunakan praktik-praktik yang baik (best practice) berdasarkan hasil penelitian dalam mengembangkan, merencanakan, dan melaksanakan kurikulum, pembelajaran, dan penilaian hasil belajar.
Standar D: Pengembangan Profesionalisme Guru secara Terus Menerus
Melakukan pengembangan profesionalisme warga sekolahnya terutama guru yang dilakukan secara terus-menerus dalam rangka untuk meningkatkan hasil belajar siswa seoptimal mungkin.


Indikator:
(1) menyelia dan mengevaluasi secara sistematis mata pelajaran dan guru,
(2) mendorong, memfasilitasi, dan mengevaluasi pengembangan profesionalisme guru,
(3) mengembangkan model pembelajaran yang berkesinambungan dan melibatkan diri dalam pengembangan profesionalisme guru,
(4) memberikan kesempatan kepemimpinan kepada komunitas belajar profesional dan mendorong serta memfasilitasi terciptanya kepemimpinan aspiratif,
(5) bekerja bersama-sama dengan warga sekolah untuk merencanakan dan melaksanakan pengembangan kualitas profesional yang tinggi dan yang dievaluasi dengan dampak belajar siswa, dan
(6) menyediakan sumberdaya yang diperlukan oleh guru dan karyawan sekolah agar mereka dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan berhasil dengan sukses.
Standar E: Manajemen Sekolah
Memfasilitasi warga sekolah (guru, siswa, karyawan) agar menjadi pebelajar yang baik dan mengembangkan pembelajaran yang efektif melalui pemanfaatan berbagai sumber belajar yang tersedia dan yang perlu disediakan jika belum ada.
Indikator:
(1) mengembangkan seperangkat standar prosedur operasi (SOP) dan prosedur standar pekerjaan rutin yang dipahami dan diikuti oleh semua guru dan karyawan sekolah,
(2) memfokuskan kegiatan sehari-hari sekolah yang diarahkan pada pencapaian prestasi akademik seluruh siswa,
(3) mengalokasikan sumberdaya pendidikan (guru, karyawan, peralatan, perlengkapan, bahan, dan uang) dalam rangka untuk mencapai visi, misi, dan tujuan sekolah yang telah disepakati,
(4) menyelenggarakan proses pendidikan yang efisien dan menggunakan anggaran pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan, dan melibatkan warga sekolah secara efektif berdasarkan kemampuan, relevansi, dan batas-batas yurisdiksi yang berlaku,
(5) menggalang sumberdaya-sumberdaya yang tersedia di masyarakat untuk mendukung pencapaian visi, misi, dan tujuan sekolah,
(6) mengidentifikasi permasalahan potensial dan strategis dan menanggapinya dengan perencanaan yang proaktif, dan
(7) melaksanakan program pengembangan guru dan karyawan serta pengembangan pembelajaran berdasarkan aturan main yang menjamin kesetaraan, keadilan, etika, dan integritas.
Standar F: Etika
Memfasilitasi peningkatan secara berkelanjutan dalam meningkatkan keberhasilan belajar siswa melalui proses pembelajaran yang sesuai dengan standar etika paling tinggi dan mendorong pendampingan berupa tindakan politis apabila diperlukan.
Indikator:
(1) melaksanakan pertanggungjawaban secara profesional dengan menjunjung tinggi asas integritas dan keadilan,
(2) menjadi contoh dan memberikan dukungan profesional dalam menerapkan kode etik profesional dan nilai-nilai yang menjadi acuannya,
(3) membuat keputusan dalam konteks etika dan menghormati harga diri semua pihak,
(4) mendampingi warga sekolah (jika diperlukan) ketika terjadi perubahan- perubahan kebijakan pendidikan, sosial, atau politik dalam rangka untuk meningkatkan hasil belajar siswa,
(5) membuat keputusan yang mendukung peningkatan mutu pembelajaran siswa dan yang sejalan dengan visi, misi, dan tujuan sekolah,
(6) mempertimbangkan aspek yuridis, moral, dan etika ketika membuat keputusan, dan
(7) bertindak dengan tidak menyalahi peraturan perundang-undangan, standar, kriteria, dan prosedur yang berlaku beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya.
Standar G: Perbedaan
Memfasilitasi toleransi terhadap perbedaan latar belakang siswa, baik dari suku, agama, ras, jenis kelamin, dan asal usul.
Indikator:
(1) Menghargai perbedaan latar belakang setiap siswa dan berkomitmen tinggi untuk meningkatkan prestasi belajarnya berdasarkan atas perbedaan kebutuhan setiap siswa, yang dilaksanakan melalui berbagai upaya, baik secara personal, sosial, ekonomi, yuridis, dan/atau kultural dan yang disampaikan secara umum baik di kelas, sekolah, maupun di masyarakat setempat.
(2) Merekrut, menyeleksi, dan mengangkat guru dan karyawan yang mampu melayani kebutuhan siswa atas dasar kebinekaan/perbedaan individu,
(3) memahami dan menanggapi secara efektif terhadap keanekaragaman budaya dan etnik siswa melalui kebersamaan antara sekolah dan masyarakat,
(4) berinteraksi secara efektif terhadap perbedaan individu dan kelompok dengan menggunakan kecakapan komunikasi interpersonal yang variatif sesuai dengan situasi yang dihadapi,
(5) mengenal dan mengidentifikasi perbedaan-perbedaan latar belakang siswa termasuk kepribadian dan kemampuannya sebagai dasar untuk pembuatan keputusan, terutama yang bersifat akademis, dan
(6) membangun komunitas kekeluargaan yang mencakup guru, karyawan, dan orangtua siswa dalam rangka untuk mempererat pergaulan dan meningkatkan mutu pendidikan anak-anaknya.
C. Kasus

Kasus untuk semua kepala sekolah/madrasah/madrasah
Diskusikan pertanyaan-pertanyaan berikut selama 10 menit! Buat powerpointnya! Sajikan di depan kelompok lainnya untuk mendapat komentar-komentar dan saran-saran sebagai umpan balik.
(1) Menurut pengalaman Anda sebagai kepala sekolah/madrasah, apakah konsep-konsep kepemimpinan pembelajaran: 7 standar kepemimpinan pembelajaran menurut Mary Jo, dan 7 langkah kepemimpinan efektif McEwan; dapat diterapkan di sekolah anda?
(2) Konsep kepemimpinan pembelajaran 12 kompetensi pemimpin pembelajaran yang dikembangkan oleh Tendik tahun 2009, masih sangat deskriptif. Agar konsepnya lebih operasional, kita dapat merumuskan indicator dari masing-masing kompetensi pemimpin tersebut. Rumuskan indikator-indikator tersebut dengan mempertimbangkan indicator-indikator tindakan sebagaimana dirumuskan dalam 7 standar kepemimpinan pembelajaran menurut McEwan dan dan 7 langkah kepemimpinan efektif menurut Mary Jo.

D. Rangkuman
Kepala sekolah/madrasah yang efektif harus melaksanakan sejumlah standar yang telah disampaikan sebelumnya. Selain itu, kepala sekolah/madrasah sebagai pemimpin pembelajaran harus juga mampu membangun kebersamaan warga sekolahnya dan meyakinkan mereka bahwa kebersamaan inilah yang akan membawa keberhasilan sekolah, yaitu mencapai hasil belajar yang diharapkan. Kepala sekolah yang efektif juga mampu meyakinkan warga sekolahnya bahwa program-program, kegiatan-kegiatan, aturan main, dsb. yang difokuskan pada siswa dan pembelajaran akan mampu mengangkat hasil belajar siswa, baik akademik maupun non akademik

KEGIATAN BELAJAR 3
Penerapan Kepemimpinan Pembelajaran
Bacalah materi berikut ini dengan cermat!

A. Pengantar
Dalam kegiatan pembelajaran ke 3 ini akan disampaikan cara-cara menerapkan kepemimpinan pembelajaran di sekolah. Cara-cara berikut merupakan kiat (tip) yang luwes diikuti, dalam arti tergantung dari kondisi kepemimpinan pembelajaran sekolah masing-masing. Cara-cara menerapkan kepemimpinan pembelajaran di sekolah merupakan integrasi antara Tenessee State Board of Education dan 12 kompetensi kepemimpinan pemebelajaran menurut Direktorat Tenaga Kependidikan.

B. Materi Pokok
Secara umum, cara-cara menerapkan kepemimpinan pembelajaran di sekolah dapat dipilahkan menjadi 15 kiat sebagai berikut.
(1) Merumuskan dan mengartikualasi tujuan pembelajaran
Kepala sekolah/madrasah sebagai pemimpin pembelajaran harus memfasilitasi penyusunan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh masing-masing mata pelajaran dan menyusun standar pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan menggunakan standar kompetensi lulusan dan standar isi. Setelah perumusan tujuan pembelajaran dan standar pembelajaran selesai, dilakukan sosialisasi kepada para siswa, karyawan, dan orang tua siswa tentang kedua hal tersebut dan juga upaya-upaya kolaboratif yang perlu ditempuh untuk mencapai tujuan pembelajaran.
(2) Mengarahkan dan membimbing pengembangan kurikulum
Kepala sekolah/madrasah harus memfasilitasi guru dalam dalam bentuk kerja kelompok untuk menyusun dan mengembangkan kurikulum mata pelajaran dengan mengacu pada pedoman pengembangan kurikulum yang berlaku.
(3) Membimbing pengembangan dan perbaikan proses pembelajaran
Kepala sekolah/madrasah memfasilitasi guru membentuk kelompok kerja untuk melakukan pembaruan pembelajaran yang lebih kreatif, inovatif, efektif, menyenangkan, berpusat pada siswa, dan kontekstual terhadap kondisi peserta didik, karakteristik mata pelajaran, dan lingkungannya. Hasil kelompok kerja guru ini adalah model-model proses belajar mengajar yang lebih baik dan yang dilaksanakan secara konsisten di kelas masing-masing.
(4) Mengevaluasi kinerja guru dan mengembangkannya
Kepala sekolah/madrasah secara reguler melakukan evaluasi kinerja guru untuk mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Hasil evaluasi kinerja dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu di atas standar, sesuai standar, atau di bawah standar. Bagi yang hasil evaluasi kinerjanya di atas standar perlu diberi pujian dan diberi dukungan untuk mengembangkan dirinya. Bagi yang hasil evaluasi kinerjanya sudah sesuai dengan standar dan yang masih di bawah standar, perlu diciptakan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan mereka dan didukung oleh kepala sekolah/madrasah dan dinas dalam pembiayaannya.
(5) Membangun komunitas pembelajaran
Kepala sekolah/madrasah tak jemu-jemunya mengajak warganya untuk menjadi pebelajar yang selalu belajar terus karena ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni, dan regulasi mengalami perubahan yang sangat turbulen. Di samping itu, sekolahnyapun harus pro perubahan sehingga kepala sekolah/madrasah berkewajiban memfasilitasi warganya untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap sekolahnya agar menjadi sekolah pembelajar (learning school).
(6) Menerapkan kepemimpinan visioner dan situasional
Kepala sekolah/madrasah dalam menerapkan kepemimpinannya berdasarkan pada visi dan misi yang telah dirumuskan serta menyesuaikan dengan kondisi nyata yang ada di sekolah, dengan member inspirasi dan mendorong terjadinya pembelajaran yang futuristik dan kontekstual.
(7) Melayani siswa dengan prima.
Kepala sekolah/madrasah pembelajaran harus memahami dan menyadari sepenuhnya bahwa melayani dengan prima kepada guru, siswa, dan orangtua siswa merupakan prioritas karena urusan utamanya adalah pembelajaran yang melibatkan ketiga unsur tersebut. Jadi, kepala sekolah/madrasah sebagai pemimpin pembelajaran lebih menekankan pada pelayanan prima dari pada menggunakan kekuasaannya.
(8) Melakukan perbaikan secara terus menerus
Kepala sekolah/madrasah harus memfasilitasi dan melaksanakan proses perbaikan terhadap masalah dan kendala yang dihadapi disekolah dengan konsep pengembangan berkelanjutan melalui siklus perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, refleksi, dan revisi terhadap perencanaan berikutnya, dan siklusnya diulang secara terus menerus.
(9) Menerapkan karakteristik kepala sekolah/madrasah efektif
Kepala sekolah/madrasah menerapkan kepemimpinan pembelajaran yang utama, luwes dalam pengendalian, komitmen yang kuat dalam pencapaian visi dan misi sekolah, memberi penghargaan kepada warga sekolah, memecahkan masalah secara kolaboratif, melakukan pendelegasian tugas yang fokus pada proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.
(10) Membangun warga sekolah agar pro perubahan
Kepala sekolah/madrasah memfasilitasi seluruh warga sekolah untuk dapat melakukan perubahan dengan melakukan pengarahan, bimbingan, memotivasi dan mempengaruhi timbulnya prakarasa baru, kreativitas, inovasi, dan inisiasi dalam pengembangan pembelajaran .
(11) Membangun teamwork yang kompak
Kegiatan pembelajaran melibatkan guru, siswa, dan orangtua siswa dan kalau tidak dikoordinasikan dengan baik, tidak akan terjadi kekuatan yang tangguh untuk mensukseskan hasil belajar siswa. Koordinasi mengandung dua hal yaitu integrasi permasalahan yang dapat ditampung dalam perencanaan pembelajaran, dan yang kedua adalah sinkronisasi ketatalaksanaan yang dilakukan sewaktu pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
(12) Memberi contoh dan menginspirasi warga sekolah
Kepala sekolah/madrasah sebagai teladan bagi seluruh warga sekolah dalam berbagai hal; komitmen terhadap visi dan misi sekolah, disiplin, semangat kerja yang tinggi, yang dapat menginspirasi terjadinya pengembangan dan kemajuan sekolah.
(13) Menciptakan kultur bagi pembelajaran yang progresif/kondusif
Kepala sekolah/madrasah menanamkan nilai-nilai, keyakinan, dan norma-norma yang kondusif bagi pengembangan pembelajaran peserta didik. Untuk itu, kepala sekolah/madrasah perlu menciptakan suasana/iklim akademik yang dibangun melalui kebijakan-kebijakan dan program-program sekolah untuk memajukan siswa berdasarkan hasil belajar siswa, misalnya pengayaan, pendalaman, remedial, pekerjaan rumah, dan tugas-tugas mandiri maupun kelompok. Disamping itu, kepala sekolah/madrasah membangun kondisi kelas yang kondusif, menyediakan waktu ekstra bagi siswa yang memerlukan bimbingan tambahan, dan melakukan obervasi kelas secara rutin dan memuji perilaku positif guru dan siswa.
(14) Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap keberhasilan pembelajaran.
Kepala sekolah/madrasah perlu melakukan monitoring dan evaluasi secara cermat untuk mengetahui tingkat keberhasilan (kemajuan) hasil belajar, hambatan, dan tantangan yang dihadapi. Tanpa monitoring dan evaluasi yang cermat, tidak ada hak untuk mengatakan apakah ada kemajuan hasil belajar atau tidak. Dengan kata lain, monitoring dan evaluasi akan memberi informasi apakah hasil nyata pembelajaran telah sesuai dengan hasil yang diharapkan dari pembelajaran.
(15) Menyediakan sebagian besar waktu untuk pembelajaran.
Kepala sekolah/madrasah mengalokasikan sebagian besar waktunya untuk pembelajaran dan untuk guru serta siswanya. Kenyataannya, kepala sekolah/madrasah hanya sedikit mengalokasikan waktunya untuk pembelajaran, guru, dan siswanya. Sebagian besar waktunya digunakan untuk pekerjaan administratif, pertemuan, dan sebagainya.

C. Kasus

Diskusikan kasus berikut selama 10 menit! Buat powerpointnya! Sajikan di depan kelompok lainnya untuk mendapat komentar-komentar dan saran-saran sebagai umpan balik.
1. Apa yang dilakukan oleh Pak Hendi untuk menjaga agar iklim belajar kembali seperti pada saat masih menjadi sekolah pilot?
2. Ciri sekolah efektif apa yang sekarang ini dianggap hilang oleh kepala sekolah/madrasah? Apa yang Anda sarankan agar tindakan kepemimpinan pembelajaran kepala sekolah/madrasah dapat mempertahankan sekolahnya tetap menjadi sekolah efektif?
Kasus untuk Kepala SD/MI
Bapak Hendi (nama samaran) adalah kepala sekolah/madrasah Dasar Negeri Warung Borju (bukan nama sebenarnya). Sekolah tersebut pernah menjadi sekolah pilot pembelajaran CBSA salah satu Universitas Pendidikan. Sebagai sekolah Pilot, kebanyakan gurunya secara umum berkinerja baik, demikian juga pencapaian hasil belajar siswanya. Beberapa tahun yang lalu di dekat sekolah tersebut berdiri sebuah institusi pendidikan nasional (yaitu PPPPTK Pertanian). Banyak putra-putri pegawai institusi tersebut yang sekolah di SD/MI Negeri Warung Borju (kalau dihitung kira-kira 10% dari jumlah murid tiap kelas). Belakangan in nilai pencapaian hasil belajar siswa putra-putri pegawai institusi nasional cenderung lebih baik daripada siswa-siswa yang berasal dari masyarakat setempat.
Bapak Hendi yang sudah menjadi kepala SD/MI tersebut selama 6 tahun menyadari kecenderungan tersebut, dan menganggapnya sebagai masalah yang harus dicari penyelesaiannya. Beliau berusaha membahas masalah tersebut dengan para guru. Para guru dan kepala sekolah/madrasah/madrasah menyadari bahwa mereka tanpa sengaja telah memberikan perhatian yang lebih kepada siswa-siswa putra-putri pegawai institusi pendidikan tersebut; dan guru juga menyadari bahwa sekarang ini kegiatan pembelajaran di kelas sudah seperti sebuah kegiatan rutin, tidak ada motivasi seperti pada saat sekolah tersebut menjadi sekolah pilot. Fakta lain yang dicatat oleh kepala sekolah/madrasah adalah; ada wali murid yang suka memberikan sesuatu kepada guru, dan kepala sekolah/madrasah menganggap yang demikian ini berpengaruh tidak baik sehingga beliau menegur guru yang dapat sesuatu dari wali murid.
Kasus untuk Kepala SMP/MTs
Diskusikan kasus di atas selama 10 menit! Buat powerpointnya! Sajikan di depan kelompok lainnya untuk mendapat komentar-komentar dan saran-saran sebagai umpan balik.

Pak Hamdani (nama samaran) adalah Kepala SMPN/MTsN X di Kotalama. Dia kecewa karena sebagian besar guru tidak melaksanakan SAP masing-masing. Akibatnya, pelajaran yang diberikan menyimpang dari target kurikulum. Yang lebih merisaukan hati Pak Hamdani adalah ada guru yang mencari tambahan penghasilan dengan cara memberikan private les di rumah-rumah siswanya. Pada hal, guru tersebut sudah nmendapat tunjangan profesi guru. Guru tersebut punya aturan main tidak tertulis yaitu siswa yang ikut les nilainya baik-baik dan siswa yang tidak ikut les meskipun pandai, nilainya hanya pas-pasan. Pak Hamdani serba salah. Mau menegur tetapi tidak punya kemampuan menjejahterakan guru tersebut. Perilaku guru yang demikian dapat menjatuhkan citra guru SMPN/MTsN X baik di mata siswa maupun di mata masyarakat.

Kasus untuk Kepala SMA/MA
Diskusikan dalam kelompok dengan waktu 10 menit. Selesaikan kasus di atas dengan pendekatan kepemimpinan pembelajaran. Buat powerpointnya. Sajikan di kelompok lainnya untuk mendapat komentar-komentar dan saran-saran sebagai masukan.
Bu Ana (nama samara) adalah guru SMA/MA. Ia adalah guru dengan golongan IV/a. Sudah memiliki sertifikat guru. Kepala sekolah/madrasahnya mengeluh karena hasil belajar guru yang sudah bersertifikat dengan guru yang belum bersertifikat ternyata lebih baik yang belum bersertifikat. Kepala sekolah/madrasah berkesimpulan, “Ternyata tidak ada hubungannya antara guru yang bersertifikat dengan hasil belajar siswa.” Guru-guru yang sudah lolos sertifikasi umumnya tidak menunjukkan kemajuan, baik dari sisi pedagogis, kepribadian, profesional, maupun sosial. Guru hanya aktif menjelang sertifikasi, tetapi setelah dinyatakan lolos, kualitas mereka justru semakin menurun.
Akhir-akhir ini, bu Ana yang sebelum memiliki sertifikat rajin hadir mengajar di kelas dengan naik sepeda motor, namun setelah mempunyai sertifikat dan punya mobil malah jarang hadir di kelas. Kehadirannya digantikan oleh guru honor yang dibayar oleh bu Ana setiap masuk Rp 150.000. Menurut siswa, guru honor lebih baik mengajarnya daripada bu Ana. Bu Ana sudah dilatih KTSP dan PAKEM tetapi tidak diterapkan secara maksimal. Guru honor itu mau saja dibayar karena dia sangat membutuhkan uang apalagi gajinya sebagai guru honor tidak dapat untuk hidup layak. Sebaliknya, bu Ana jarang masuk karena sedang asyik-asyiknya bepergian dengan mobil Zenia kreditannya. Kejadian ini berlangsung relatif lama. Kepala sekolah/madrasah baru mengetahui setelah mendapat laporan dari guru lainnya dan beberapa siswa karena kepala sekolah/madrasah jarang keliling sekolah akibat sibuk rapat, sering berangkat atau dengan kata lain jarang di sekolah.


D. Rangkuman
Secara umum, cara-cara menerapkan kepemimpinan pembelajaran di sekolah dapat dipilahkan menjadi 15 butir (15 tip): (1) merumuskan dan mengartikualasi tujuan pembelajaran;(2) mengarahkan dan membimbing pengembangan kurikulum; (3) membimbing pengembangan dan perbaikan proses belajar mengajar; (4) mengevaluasi kinerja guru dan mengembangkannya; (5) membangun komunitas pembelajaran; (6) menerapkan kepemimpinan visioner dan situasional; (7) melayani siswa dengan prima, (8) melakukan perbaikan secara terus menerus (9) menerapkan karakteristik kepala sekolah/madrasah efektif; (10) membangun warga sekolah agar pro perubahan; (11) membangun teamwork yang kompak; (12) memberi contoh dan menginspirasi warga sekolah; (13). menciptakan kultur bagi pembelajaran yang progresif/kondusif; (14). melakukan monitoring dan evaluasi terhadap keberhasilan pembelajaran, (15) menyediakan sebagian besar waktu untuk pembelajaran.


E. Refleksi
Mohon untuk mengisi lembar refleksi di bawah ini berdasarkan materi yang Bapak/Ibu sudah pelajari.
Nama: _____________________ Tanggal: _______________

• Apa saja yang telah saya lakukan berkaitan dengan materi kegiatan belajar ini di sekolah?

• Apa saja yang telah saya lakukan yang ada hubungannya dengan materi kegiatan ini tetapi belum ditulis di materi ini?


• Materi apa yang ingin saya tambahkan?

• Bagaimana kelebihan dan kekurangan materi materi kegiatan ini?

• Manfaat apa saja yang saya dapatkan dari materi kegiatan ini?

• Bagaimana pikiran/perasaan saya tentang materi kegiatan belajar ini?

• Berapa persen kira-kira materi kegiatan ini dapat saya kuasai? ..... %


• Apa yang akan saya lakukan?











DAFTAR PUSTAKA

Coleman, J., Campbell, E., Hobson, C., (1966). Equality of Educational Opportunity. Washington: Government Printing.

Daresh, John C.,Playko, Marshal A. 1995. Supervision as a Proactive
Process, Waveland press.

Deal, T.E. and Peterson, K.D. 1998. Shaping School Culture: The Heart of
Leadership. San Fransisco, CA. Jossey Bass Publishers.

Edmonds, R., (1979). Effective School for Urban Poor. Educational
Leadership. 37, 15-27.

F:\Mary Jo\Education Leadership Redesign Commission\Tennessee
Standards for Instructional Leaders Packet.doc vlb 3/21/07

Fink, Elaine and B. Resnicl, Lauren (2003). Developing Principals as
Instructional Leaders.

Guston, Sandra Lee. 2002. The Instructional Leadership toolbox: A
Handbook for Improving Practice. California: Sage Publication.

Glatthorn, A.A.1993. OBE Reform and the Curriculum Process. Journal of
Curriculum and Supervision, 8, 4, pp. 354-363

Hoyle, J.R., English, F.W., & Steffy, B.E. 199. Skills for Successful Leaders
(2nd Edition). Arlington, VA. American association of School
Administrators


Weber L. 1996. Leading The Instructional Program. Clearing House of
Educational Management.