1. Pengertian Tarekat
Asal kata “tarekat” dalam bahasa arab yaitu “thariqah” yang berarti jalan,
keadaan, aliran, atau garis pada sesuatu.[1]
Menurut istilah tasawuf, tarekat berarti perjalanan seorang salik (pengikut
tarekat) menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus
ditempuh secara rohani, maknawi oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri
sedekat mungkin kepada Allah SWT.
Menurut Syekh Amin al-Kurdi tarekat ialah cara mengamalkan syariat dan
menghayati inti syariat itu dan menjauhkan diri dari hal-hal yang bisa
melalaikan pelaksanaan dan inti serta tujuan syariat.
2. Hubungan Tarekat dengan Tasawuf
Didalam ilmu tasawuf, istilah tarekat tidak saja ditujukan kepada aturan dan
cara-cara tertentu yang digunakan oleh seorang syekh tarekat dan bukan pula
terhadap kelompok yang menjadi pengikut salah seorang syekh tarekat, tetapi
meliputi segala aspek ajaran yang ada didalam agama Islam, seperti shalat,
puasa, zakat, haji, dan sebagainya, yang semua itu merupakan jalan atau cara
mendekatkan diri kepada Allah.[2]
Sebagaimana telah diketahui bahwa tasawuf itu secara umum adalah usaha mendekatkan
diri kepada Allah dengan sedekat mungkin, melalui penyesuaian rohani dan
memperbanyak ibadah. Usaha mendekatkan diri ini biasanya dilakukan dibawah
bimbimngan seoang guru atau syekh. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarekat adalah
cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada
Allah. Gambaran ini menunjukkan bahwa tarekat adalah tasawuf yang terlah
berkembang dengan beberapa variasi tertentu, sesuai dengan spesifikasi yang
diberikan seorang guru kepada muridnya.
3. Sejarah Timbulnya Tarekat
Peralihan tasawuf yang bersifat personal pada tarekat yang bersifat lembaga
tidak terlepas dari perkembangan dan perluasan tasawuf itu sendiri. Semakin
luas pengaruh tasawuf, semakin banyak pula orang berhasrat mempelajarinya.
Seorang guru tasawuf biasanya memformulasikan suatu sistem pengajaran tasawuf
berdasarkan pengalamannya sendiri. Sistem pengajaran itulah yang kemidian
menjadi ciri khas bagi suatu tarekat yang membedakannya dari tarekat yang
lain.[3] Tarekat adalah organisai dari pengikut sufi-sufi besar. Mereka mendirikan organisasi-organisasi untuk
melestarikan ajaran-ajaran tasawuf gurunya. Maka timbullah tarekat. Tarekat ini
memakai suatu tempat pusat kegiatan yang disebbut ribat (disebut juga zawiyah,
hangkah atau pekir).
Teori lain sejarah kemunculan tarekat dikemukakan oleh Jhon O. Voll. Ia
mejelaskan bahwa penjelasan mistis terhadap Islam muncul sejak awal sejarah
islam, dan para sufi yang mengembangkan jalan-jalan spiritual personal mereka
dengan melibatkan praktik-praktik ibadah, pembacaan kitab suci, dan kepustkaan
tentang keshalehan. Para sufi ini kadang-kadang terlibat konflik dengan
otoritas-otoritas dalam komunitas islam dan memberikan alternatif terhadap
orientasi yang lebih bersifat legalistik, yang disampaikan oleh kebanyakan
ulama. Namun, para sufi secara bertahap menjadi figur-figur penting dalam
kehidupan keagamaan dikalangan penduduk awam dan mulai mengumpulkan
kelompok-kelompok pengikut diidentifikasi dan diikat bersama oleh jalan taswuf
khusus (tarekat) sang guru. Mejelang abad ke-12 M (ke-5 H), jalan-jalan ini
mulai menyediakan basis bagi kepengikutan yang lebih permanen, dan
tarekat-tarekat sufi pun muncul sebagai organisasi sosial utama dalam komunitas
islam.[4]
Pada awal kemunculannya, tarekat berkembang dari dua daerah, yaitu Khurasan
(Iran) dan Mesopotamia (Irak). Pada priode ini mulai timbul beberapa,
diantaranya tarekat Yasafiah yang didirikan oleh Ahmad al-Yasafi (w. 562 H/1169
M), tarekat Khawajagawiyah yang disponsori oleh Abd al-Khaliq al-Ghzudawani (w.
617 H/1220 M), tarekat Naksabandiyah, yang didirikan oleh Muhammad Bahauddin
an-Naksabandi al-Awisi al-Bukhari (w. 1389 M) di Turkistan, tarekat Khalwatiyah
yang didirikan oleh Umar al-Khalwati (w. 1397 M). Karena banyaknya
cabang-cabang tarekat yang timbul dari tiap-tiap tarekat induk, sangat sulit
untuk menelusuri sejarah perkembangan tarekat itu se cara sistematis dan
konsepsional. Akan tetapi yang jelas sesuai dengan penjelasan Harun Nasution,
cabang-cabang itu muncul sebagai akibat tersebarnya alumni suatu tarekat yang
mendapat ijazah tarekat dari gurunya untuk membuka perguruan baru sebagai
perluasan dari ilmu yang diperolehnya. Alumni tadi meninggalkan ribat gurunya
dan membuka ribat baru didaerah lain. Dengan cara ini, dari satu ribat induk
kemudian timbul ribat cabang tumbuh ribat ranting dan seterusnya, samapi
tarekat itu berkembang keberbagai dunia islam.[5] Namun, ribat-ribat tersebut
tetap mempunyai ikatan kerohanian, ketaatan, dan amalan-amalan yang sama dengan
syekhnya yang pertama.
Dalam seluruh tarekat terdapat kegiatan ritual sentral yang melibatkan
pertemuan-pertemuan kelompok secara teratur untuk melakukan pembacaan do’a,
syair dan ayat-ayat pilihan dari Al-Qur’an.
4. Aliran-aliran Tarekat Dalam Islam
1. Tarekat Qadiriyah
Qadiriyah didirikan oleh Abd Al-Qadir Jailani [470/1077-561/1166] atau quthb
al-awiya. Ciri khas dari Tarekat Qadiriyah ini adalah sifatnya yang luwes,tidak
sempit sehingga tuan syekh atau Syekh Mursyid yang baru dapat menentukan
langkahnya menuju kehadirat Allah SWT guna mendapat keridlaan-Nya. Keluwesan
dan kemandirian inilah, yang menyebabkan tarekat ini cepat berkembang di
sebagian besar dunia Islam. Terutama
di Turki, Yaman, Mesir, India, Suria, Afrika dan termasuk ke Indonesia.
2. Syadziliyah
Tarekat Syadziliyah didirikan oleh Abu Al-Hasan Asy-Syadzili
[593/1196-656/1258]. Syadziliyah menyebar luas di sebagian besar Dunia Muslim.
Ia diwakili di Afrika Utara teerutama oleh cabang-cabang Fasiyah dan Darqawiyah
serta berkembang pesat di Mesir, tempat 14 cabangnya dikenal secara resmi pada
tahun 1985.[6]
3. Tarekat Naqsabandiyah
Tarekat Naqsabandiyah didirikan oleh Muhammad Bahauddin An-Naqsabandi Al-Awisi
Al-Bukhari [w. 1389M] di Turkistan. Tarekat ini mempunyai dampak dan pengaruh
sangat besar kepada masyarakat muslim di berbagai wilayah yang berbeda-beda.
Tarekat ini pertama kali berdiri di Asia Tengah, kemudian meluas ke Turki,
Suriah, Afganistan, dan India. Cirri menonjol Tarekat Naksabandiyah adalah :
Pertama, mengikuti syariat secara ketat, keseriusan dalam beribadah yang
menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, dan lebih menyukai berdzikir
dalam hati. Kedua, upaya yang serius dalam memengaruhi kehidupan dan pemikiran
golongan penguasa serta mendekati Negara pada agama.
4. Tarekat Yasafiyah dan Khawajagawiyah
Tarekat Yasafiyah didirikan oleh Ahmad Al-Yasafi [w. 562H/1169M] dan disusul
tarekat Khawajagawiyah yang disponsori oleh Abd Al-Khaliq Al-Ghuzdawani [w. 617
H/1220 M]. kedua tarekat ini menganut paham tasawuf Abu Yazid Al-Bustami [w.
425 H/1034 M] dan dilanjutkan oleh Abu Al-Farmadhi [w. 477 H/1084 M].[7]
Tarekat Yasafiyah berkembang ke berbagai daerah, antara lain ke Turki.
5. Tarekat Khalwatiyah
Tarekat ini didirikan oleh Umar Al-Khalatawi [w. 1397 M] dan merupakan salah
satu tarekat yang berkembang di berbagai negeri, seperti Turki, Syiria, Mesir,
Hijaz, dan Yaman. Di Mesir, tarekat Khalwatiyah didirikan oleh Ibrahim
Gulsheini [w. 940 H/1534 M] yang kemudian terbagi kepada beberapa cabang,
antara lain tarekat Sammaniyah yang didirikan oleh Muhammad bin Abd Al-Karim
As-Samani [1718-1775].
6. Tarekat Syatariyah
Tarekat ini didirikan oleh Abdullah bin Syattar [w. 1485] dari India. Tarekat
ini tidak mementingkan shalat lima waktu, tetapi mementingkan shalat permanen
[shalat dhaim]. Adapun dasar tarekat ini adalah martabat tujuh yang sebenarnya
tidak begitu erat hubungannya dengan praktik ritualnya.[8]
7. Tarekat Rifa’iyah
Tarekat ini didirikan oleh Ahmad bin Ali ar-Rifa’I [1106-1182]. Tarekat sufi Sunni ini memainkan peranan penting
dalam pelembagaan sufisme. Dari segala praktik kaum Rifa’iyah, dzikir mereka
yang khas patut dicatat.
8. Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah
Tarekat ini merupakan gabungan dari dua ajaran tarekat, yaitu Qadiriyah dan
Naqsabandiyah. Tarekat ini didirikan oleh Ahmad Khatib Sambas yang bermukim dan
mengajar di Mekkah pada pertengahan abad ke-19. Tarekat ini merupakan yang
paling berpengaruh dan tersebar secara melua di Jawa saat ini.[9]
9. Tarekat Sammaniyah
Tarekat ini didirikan oleh Muhammad bin ‘Abd Al-Karim Al-Madani Asy-Syafi’I As-
Samman [1130-1189/1718-1775]. Hal menarik dari tarekat ini yang menjadi ciri
khasnya adalah corak wahdat al-wujud yang dianut dan syathahat yang terucap
olehnya tidak bertentangan dengan syariat.
10. Tarekat Tijaniyah
Tarekat Tijaniyah didirikan oleh Syekh Ahmad bin Muhammad At-Tijani [1150-1230
H/1737-1815 M]. Bentuk amalan tarekat Tijaniyah terdiri dari dua jenis,yaitu
wirid wajibah dan wirid ikhtiyariyah.
11. Tarekat Chistiyah
Chistiyah adalah salah satu tarekat sufi utama di Asia Selatan. Tarekat ini
meyebar ke seluruh kawasan yang kini merupakan wilayah India, Pakista dan
Banglades. Namun, tarekat ini hanya terkenal di India. Pendiri tarekat ini di
India adalah Khwajah Mu’in Ad-Din Hasan, yang lebih populer dengan panggilan
Mu’in Ad-Din Chisti.
12. Tarekat Mawlawiyah
Nama Mawlawiyah berasal dari kata “mawlana” [guru kami], yaitu gelar yang
diberikan murid-muridnya kepada Muhammad Jalal Ad-Din Ar-Rumi [w. 1273]. Oleh
karena itu, Rumi adalah pendiri tarekat ini, yang didirikan sekitar 15 tahun
terakhir hidup Rumi. Salah satu mursyid sekaligus wakil yang terkenal secara
internasional dari tarekat ini adalah Syekh Al-Kabir Helminski yang bermarkas
di California, Amerika Serikat.[10]
13. Tarekat Ni’matullahi
Tarekat Ni’matullahi adalah suatu mazhab sufi Persia yang segera setelah
berdirinya dan mulai berjaya pada abad ke-8-14 mengalihkan loyalitasnya kepada
Syi’I Islam. Tarekat ini didirikan oleh Syekh Ni’matullahi Wal. Tarekat ini
secara khusus menekankan pengabdian dalam pondok sufi itu sendiri.
14. Tarekat Sanusiyah
Tarekat ini didirikan oleh Sayyid Muhammad bin ‘Ali As-Sanusi. Dalam tarekat
ini, dzikir bisa dilakukan bersama-sama atau sendirian. Tujuan dzikir itu lebih
dimaksudkan untuk “melihat Nabi” ketimbang “melihat Tuhan”, sehingga tidak
dikenal “keadaan ekstatis”’ sebagaimana yang ada pada tarekat lain.
Di samping tarekat-tarekat diatas, ada pula tarekat lokal yang didirikan di
Indonesia diantaranya : [11]
1. Tarekat Akmaliyah [Hakmiyah]
Didirikan oleh Kyai Nurhakim. Ia dikenal sebagai dukun dan tukang jimat.
2. Tarekat Shiddiqiyah
Didirikan oleh Kyai Mukhtar Mukti di Losari Plodo [Jombang] pada tahun 1958. Ia
dikenal sebagai dukun yang sakti sehingga banyak pengikutnya dari kalangan
penderita penyakit kronis dan bekas pecandu minuman.
3. Tarekat Wahidiyah
Didirikan oleh Kyai Majid Ma’ruf dari Kedunglo[Kediri] pada tahun 1963.
Tarekat-tarekat yang ajaran-ajarannya sesuai dengan doktrin Islam [Al-Qur’an
dan AsSunnah] dikelompokkan ke dalam tarekat yang muktabarah. Sebaliknya,
tarekat-tarekat yang ajaran-ajarannya bertentangan dengan doktrin Islam
dikelompokkan ke dalam tarekat ghair muktabarah. Menurut Syekh Jalaluddin
sebagaimana dikutip ole Aboe Bakar Atjeh, ada 41 jenis tarekat yang masuk ke
dalam tarekat muktabarah, diantaranya Qadiriyah, Naqsabandiyah, Syadziliyah,
Rifa’iyah, Qubrawiyah, Suhrawardiyah, Khalwatiyah, Alawiyah, Syatariyah,
Aidrusiyah, Sammaniyah, dan Sanusiyah. Di luar yang 41 macam tersebut dipandang
sebagai tarekat ghair muktabarah yang tidak diakui kebenarannya seperti tarekat
Akmaliyah, Siddiqiyah, dan Wahidiyah.
Walaupun bermacam-macam, ternyatatarekat-tarekat yang beragam itu memiliki
kesamaan tertentu. Dalam kaitan ini, Nicholson mengungkapkan hasil
penelitiannya, bahwa sistem hidup bersih dan bersahaja [zuhd] adalah dasar
semua tarekat yang berbeda-beda itu. Semua pengikut dididik dalam disipin itu,
dan pada umumnya tarekat-tarekat tersebut walupun beragam namanya dan metodenya
ada cirri yang menyamakannya.
Dari sisem dan metode tersebut, Nicholson menyimpulkan bahwa tarekat-tarekat
sufi merupakan bentuk kelembagaan yang terorganisasi untuk membina suatu
pendidikan moral dan solidaritas social. Sasaran akhir dari pembinaan pribadi
dalam pola hidup bertasawuf adalah hidup bersih, bersahaja, tekun beribadah
kepada Allah, membimbing masyarakat ke arah yang diridai Allah, dengan jalan
pengamalan syariat dan penghayatan haqiqah dalam sistem/metode thariqah untuk
mencapai makrifat. Apa yang dimaksud dengan makrifat dalam tema mereka adalah
penghayatan puncak pengenalan keesaan Allah dalam wujud semesta dan wujud
dirinya sendiri. Pada titik pengenalan ini akan terpadu makna tawakkal dalam
tauhid, yang melahirkan sikap pasrah total kepada Allah, dan melepaskan dirinya
dari ketergantungan mutlak kepada sesuatu selain Allah.
KESIMPULAN
Tarekat adalah perjalanan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan
cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh secara rohani, maknawi
oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Allah SWT.
Tarekat-tarekat dalam Islam :
1. Tarekat Qadiriyah
2. Tarekat Syadziliyah
3. Tarekat Naqsabandiyah
4. Tarekat Yasafiyah dan Khawajagawiyah
5. Tarekat Khalwatiyah
6. Tarekat Syatariyah
7. Tarekat Rifa’iyah
8. Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah
9. Tarekat Sammaniyah
10. Tarekat Tijaniyah
11. Tarekat Chistiyah
12. Tarekat Mawlawiyah
13. Tarekat Ni’matullahi
14. Tarekat Sanusiyah
[1] Luis Makluf, al-Mujid fi al-Lughat wa al-A’lam, Dar al-Masyriq, Beirut,
1986, hlm. 465
[2] Proyek Pembinaan Pergiruan Tinggi Agama Sumatera Utara, Pengantar Ilmu
Tasawuf, 1981/1982, hlm. 273
[3] Ibid
[4] Jhon O. Voll, “Tarekat-Tarekat Sufi ”., hlm. 215
[5] Harun Nasution, “Perkembangan Ilmu Tasawuf di Dunia Islam ” Dalam Orientasi
Pengembangan Ilmu Tasawuf, Proyek Pembinaan Prasarana Dan Saran Perguruan
Tinggi Agama Islam/IAIN di Jakarta Ditb. baga Depag RI, 1986, hlm. 24
[6] Moh. Ardani, “ Tarekat Syadziliyah : Terkenal dengan Variasi Hizb-nya “,
dalam Sri Mulyati (et.al ), Tarekat-Tarekat…., hlm.57.
[7] Trimingham, The Sufi Orders…, hlm. 58-64; Wiwi Siti Sajaroh, “Tarekat
Naqsabandiyah: Menjalani Hubungan Harmonis dengan Kalangan Penguasa’, dalam
John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford…, hlm.91.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar