Jumat, 02 Desember 2011

Supervisi Klinis


A.    Teknik Supervisi Klinis

Telah dikatakan dalam uraian yang lalu bahwa dewasa ini terdapat kecenderungan kegiatan supervisi pengajaran mengarah kepada supervisi klinis. Hal ini dapat dipahami karena mengajar tidak dapat dipandang sekedar proses penyampaian pengetahuan saja, tetapi suatu perbuatan yang kompleks, yang mengandung secara serempak unsur-unsur teknologi, ilmu, seni, dan pilihan nilai.
Dilihat dari segi teknologi, mengajar dipandang sebagai prosedur kerja dengan mekanisme dan penggunaan perangkat alat yang dapat diuji secara empiric. Selanjutnya dari segi ilmu, mengajar selalu dilandasi oleh seperangkat teori dengan asumsi-asumsi dan prediksi tertentu. Di pihak lain, bila kita melihat mengajar sebagai seni maka dalam mengajar kita harus mengaplikasikan prinsip, mekanisme, dan perangkat alat secara unik, yaitu yang memerlukan pertimbangan-pertimbangan situasional, bahkan penyesuaian-penyesuaian transaksional, yang sering dituntun oleh perasaan dan naluri. Akhirnya dilihat dari dilihat dari pilihan nilai, mengajar akan memberi corak kepada wawasan kependidikan yang dianut guru yang pada giliranya akan memberi arah umum kepada setiap keputusan dan tindakan guru; seperti dalam perancangan persiapan mengajar, pelaksanaan dan bahkan dalam evaluasinya.
Supervisi klinis merupakan suatu bentuk bantuan professional yang diberikan secara sistimatik kepada guru/calon guru berdasarkan kebutuhan guru/calon guru yang bersangkutan dengan tujuan membina ketrampilan mengajar mereka. Jadi dapat ditegaskan bahwa supervisi klinis tidak hanya cocok untuk calon guru dalam pendidikan pra jabatan tetapi juga sesuai untuk guru yang sedang dalam jabatan. Pernyataan yang terakhir ini dapat dipahami karena masalah atau penyimpangan dalam proses belajar-mengajar juga ditemukan pada guru-guru yang sudah lama mengemban tugas sebagai guru. Pelayanan supervisi klinis akan lebih diperlukan untuk guru-guru kalau diadakan perubahan dan atau pembaruan dalam system pengajaran.
1.      Definisi Supervisi Klinis
Menurut Richard Weller yang dikutip oleh Acheson dan Gall, supervisi Klinis adalah bentuk supervisi yang difokuskan pada peningkatan mengajar dengan melalui sarana siklus yang sistematis dalam perencanaan, pengamatan, serta analisis yang intelektual dan intensif mengenahi penampilan mengajar yang nyata, di dalam mengadakan perubahan dengan cara yang rasional.[1]
Selanjutnya K.A. Acheson dan M.D. Gall[2] mengetengahkan: Supervisi adalah proses membantu guru memperkecil ketimpangan (kesenjangan) antara perilaku mengajar yang nyata dengan perilaku mengajar yang ideal. Untuk mengetahui hal tersebut kedua penulis ini mengemukakan bahwa supervisi klinis ini suatu model supervisi yang mengandung tiga fase yaitu pertemuan perencanaan, observasi kelas dan pertemuan umpan balik.
Bertolak dari dua definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa supervisi klinis adalah suatu pembibingan yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalitas guru secara sengaja yang dimulai dari pertemuan awal, observasi kelas dan pertemuan akhir yang dianalisis secara cermat, teliti dan obyektif untuk mendapatkan perubahan perilaku mengajar yang diharapkan.
Dilihat dari sejarah timbulnua supervisi klinis, yang pada mulanya dipelopori oleh Moris Cogan dan Robert Golghammer dan kawan-kawanya di Harvard School of Education pada akhir tahun 1960-an, berusaha membuat pendekatan dalam pembibingan terhadap ca;lon guru. Pembibingan secara klinis itu ditandai oleh hubungan tatap muka antara supervisor dan calon guru serta terpusat pada perilaku actual guru di dalam kelas. Penggunaan kata klinis tidaklah dimaksudkan terbatas pada usaha perbaikan atau remedi terhadap kesalahan-kesalahan yang dilakukan guru/calon guru dalam mengajar. Oleh karena itu Acheson dan Gall.[3] mengemukakan penggunaan “supervisi klinis”, karena telah dikenal luas, tetapi pada esensinya lebih tepat dikatakan supervisi yang terpusat pada guru/calon guru (teacher-centered supervision). Hal itu analog dengan “konseling terpusat pada klien (person-centered counseling) dari Carl Rogers.   
Ada beberapa faktor yang ikut mendorong perkembangan supervisi klinis:
(1)   Supervisi umum dalam praktiknya dilaksanakan seperti semata-mata sehingga supervisi ini sering tidak disukai, bahkan cenderung ditolak, baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi.
(2)   Pemberian supervisi  umum didasarkan pada kebutuhan/keinginan para supervisor, oleh karena itu guru/calon guru kurang merasakan keuntunganya.
(3)   Dalam supervisi umum sasaran pengamatan supervisor terlalu umum dan luas, sehingga pemberian umpan balik terlalu sukar dan sering tidak terarah.
(4)   Begitu pula pemberian umpan balik sering menjadi pertemuan pengarahan, bahkan instruksi-instruksi dan tidak melibatkan guru/calon guru dalam menganalisis dirinya serta tidak memberikan cara-cara memperbaiki/ mengembangkan dirinya.
Dalam praktik di lapangan sering ditemukan pelaksanaan supervisi seperti diuraikan diatas. Tidak mengherankan bila tujuan supervisi sulit dicapai dengan memuaskan, bahkan supervisi ini mungkin menjadi suatu kebutuhan yang tidak disukai. Padahal dari terbatasnya kemampuan guru/calon guru untuk mengontroldan menganalisis perilakunya pada waktu mengajar, maupun karena kesulitan dalam melaksanakan fungsi pengamatan, di samping sebagai pelaksana yakin mengajar, supaya dapat merefleksi perilakunya pada waktu mengajar.

2.      Ciri-Ciri Supervisi Klinis
Dalam rangka membedakan supervisi klinis dengan supervisi lain perlu dikemukakan cirri-cirinya sebagai berikut:
a.       Pembimbingan yang diberikan oleh supervisor kepada guru/calon guru bersifat bantuan, bukan perintah atau instruksi.
b.      Jenis keterampilan yang akan disupervisi oleh supervisor diusulkan oleh guru/calon guru, dengan terlebih dahulu diadakan kesepakatan melalui pengkajian bersama antara guru/calon guru dengan supervisor.
c.       Meskipun keterampilan mengajar dapat dipergunakan secara integratif oleh guru/calon guru, namun dalam pelaksanaanya dapat dilakukan secara terisolasi agar mudah dikontrol dan diobservasi. Praktik mengajar tersebut dapat dilakukan dalam konteks pengajaran mikro maupun pengajaran biasa di dalam kelas. Untuk pengajaran di kelas titik perhatian dapat dipusatkan pada beberapa keterampilan saja, agar dapat diobservasi secara cermat dan diberikan umpan balik dengan tepat.
d.      Instrumen observasi dikembangkan/disepakati bersama antara supervisor dan guru/calon guru sesuai dengan kontrak yang disetujui kedua belah pihak.
e.       Umpan balik kegiatan mengajar guru/calon guru diberikan dengan segera dan obyektif (sesuai dengan data yang direkam oleh instrument observasi).
f.       Sungguhpun supervisor telah menganalisis dan menginterpretasikan data yang direkam oleh instrument observasi, tapi dalam diskusi umpan balik, guru/calon guru terlebih dahulu diminta menganalisis penampilanya.
g.      Supervisor lebih banyak mendengarkan dan bertanya dari pada memerintahkan/mengarahkan.
h.      Supervisi berlangsung dalam suasana intim dan bersifat terbuka antara supervisor dan guru/calon guru.
i.        Supervisi berlangsung dalam siklus yang meliputi perencanaan, observasi dan diskusi umpan balik.
j.        Supervisi klinis dapat dipergunakan untuk pembentukan/peningkatan dan perbaikan ketrampilan mengajar, di pihak lain supervisi klinis ini dipakai pula dalam konteks pendidikan pra jabatan maupun pendidikan dalam jabatan.

3.      Prinsip-Prinsip Supervisi Klinis
Dalam melaksanakan supervisi klinis terdapat beberapa prinsip umum yang dijadikan dasar/patokan dalam setiap kegiatanya. Acheson dan Gall[4] mengemukakan tiga prinsip umum yang harus menjiwai keputusan/tindakan supervisor. Di samping itu ada beberapa prinsip tambahan yang ikut menyertainya. Prinsip umum dan tambahan peserta itu adalah:
a.       Terpusat pada guru/calon guru ketimbang supervisor. Prinsip ini menekankan prakarsa dan tanggung jawab dalam meningkatkan/mengembangkan keterampilan mengajar dan menganalisis serta mencari cara-cara meningkatkan keterampilan mengajar itu lebih dipulangkan/disesuaikan dengan kebutuhan guru/calon guru yang bersangkutan. Dengan demikian peningkatan kemampuan professional harus sejak pagi-pagi dialihkan menjadi prakarsa dan tanggungjawab guru/calon guru.
b.      Hubungan guru/calon guru dengan supervisor lebih interaktif ketimbang direktif. Prinsip ini menekankan bahwa antara supervisor dan guru/calon guru pada hakikatnya sederajat dan saling membantu dalam meningkatkan kemampuan dan sikap profesionalnya. Perbedaan antara keduanya adalah perbedaan sementara dan kebetulan., jadi bukan perbedaan esensial. Di sini supervisor sebagai tenaga pengajar yang sudah lama berpengalaman berkewajiban membantu guru/calon guru yang kurang/belum berpengalaman.
c.       Demokratik ketimbang otoritatif. Prinsip ini menekankan kedua belah pihak harus bersifat terbuka, artinya masing-masing pihak, supervisor dan guru/calon guru berhak mengemukakan pendapat secara bebas, namun kedua pihak berkewajiban mengkaji dan mempertimbangkan pendapat pihak lain untuk mencapai kesepakatan.
d.      Sasaran supervisi terpusat pada kebutuhan dan aspirasi guru/calon guru. Prinsip ini mengemukakan bahwa kebutuhan mendapatkan pelayanan supervisi itu bersumber dan dirasakan manfaatnya oleh guru/calon guru. Kebutuhan dan aspirasi guru/calon guru di sini tidak terlepas dari kawasan (ruang lingkup) penampilan guru/calon guru secara actual di dalam kelas.
e.       Umpan balik dari proses belajar mengajar guru/calon guru diberikan dengan segera dan hasil peninjauan/penilaianya harus sesuai dengan kontrak yang telah disetujui bersama.
f.       Supervisi yang diberikan bersifat bantuan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan mengajar dan sikap professional. Prinsip ini menekankan bahwa bila guru/calon guru sudah matang dan memiliki sikap professional yang tinggi maka tugas supervisor sudah beres, dengan kata lain supervisor sudah boleh membiarkan/melepaskan guru/calon guru tersebut secara mandiri.
g.      Pusat perhatian pada waktu berlangsung supervisi dalam kegiatan belajar mengajar tertentu hanya pada beberapa keterampilan mengajar saja. Prinsip ini menekankan bahwa meskipun keterampilan mengajar itu dapat digunakan secara integratif, tetapi untuk meningkatkan keterampilan tetentu dapat dilakukan secara terisolasi agar mudah dikontrol dan di amati.
4.      Prosedur Supervisi Klinis
Berbagai pendapat para ahli dijumpai dalam pengembangan tahap-tahap supervisi klinis, meskipun demikian kelihatanya mereka mempunyai prinsip yang sama yaitu supervsisi klinis berlangsung dalam suatiu proses yang berbentuk siklus dengan tiga tahap yaitu (1) tahap pertemuan awal (2) tahap observasi kelas, dan (3) tahap pertemuan akhir. Terjadinya variasi dalam pengembangan tahap supervsisi klinis itu disebabkan oleh pemberian tekanan secara ekplisit dalam beberapa kegiatan yang terdapat pada tahapan tertentu. Misalnya dalam tahap pertemuan awal, terdapat sub pembahasan seperti pemantapan hubungan antara guru/calon guru dengan supervisor. Perencanaan bersama-sama dan lain-lain. Dalam tahap pertemuan akhir, terdapat sub pembahasan analisis data hasil observasi dan pengkajian strategi pertemuan (antara supervisor dan guru/calon guru) oleh supervisor, pertemuan untuk mendiskusikan hasil observasi, dan sebagainya. Selanjutnya prosedur supervisi klinis disebut “siklus”, karena ketiga tahapan itu merupakan suatu proses yang berkelanjutan (kontinu) di mana pada akhir tahap ketiga (pertemuan akhir) pada umumnya dibicarakan pula bahan masukan (in-put) untuk tahap pertama (pertemuan awal) pada siklus berikutnya.
Ketiga tahap dalam siklus supervisi klinis adalah sebagai berikut:
a.       Tahap Pertemuan Awal
Pertemuan awal diadakan sebelum kegiatan mengjar/latihan praktik yang dilaksanakan dalam suasaan akrab dan terbuka. Guru /calon guru tidak perlu merasa takut akan dimarahi dan dinilai berbicara kurang sopan oleh supervsisornya. Demikian juga guru/ calon guru tanpa merasa kuatir dapat mengajukan rencana latihannya, cara dan alat untuk mengobservasi penampilanya. Pertemuan tersebut diharapkan berakhir dengan diperolehnya kesepakatan antara supervisor dan guru/calon guru. Secara agak rinci pertemuan awal ini dapat dibagi sebagai berikut:
1)      Menciptakan suasana intim dan terbuka antara supervisor dan guru/calon guru sebelum maksud yang sesungguhnya dibicarakan.
2)      Membicarakan rencana pelajaran yang telah dibuat oleh guru/calon guru, yang mencakup tujuan, bahan, kegiatan belajar mengajar, serta alat evaluasinya.
3)      Mengidentifikasi komponen keterampilan (beserta indikatornya) yang akan dicapai oleh guru/calon guru dalam kegiatan mengajar/latihan praktik mengajar tersebut, misalnya guru/calon guru yang berlatih menguasai keterampilan bertanya: ingin menyebarkan pertanyaan itu paling tidak kepada 60% jumlah muridnya.
4)      Mengembangkan/memilih instrument observasi yang akan digunakan, merekam data dalam penampilan guru/calon guru sesuai dengan persetujuan dan kesepakatan tentang keterampilan beserta indikatornya.
5)      Mendiskusikan bersama instrument tersebut termasuk tentang cara penggunaanya, data yang akan dijaring dan sebagainya. Hasil diskusi ini merupakan semacam kontrak antara guru/calon guru dengan supervisor dan sekaligus akan menjadi saran-saran pada tahap-tahap berikutnya.
Dalam mengembangkan dan menyusun instrument observasi supervisor dan guru/calon guru perlu membuat persetujuan/kesepakatan tentang criteria pengembangan instrument observasi.
Kriteria instrument observasi tersebut antara lain:
a)      Sasaran observasi harus jelas yaitu berdasarkan kontrak tentang jenis keterampilan yang akan diamati/direkam yakni berupa fakta (bukan opini atau interprestasi) yang telah ditentukan. Kalau yang akan diobservasi adalah jenis-jenis pertanyaan maka yang kan direkam adalah berbagai jenis pertanyaan yang diajukan oleh guru/calon guru. Misalnya pertanyaan ingatan, pertanyaan pemahaman, pertanyaan aplikasi dan pertanyaan evaluasi dan sebagainya.
b)      Cara penggunaan instrument tersebut harus jelas dan dapat dikelola oleh supervisor atau pengamat bila perlu. Dalam hubungan ini perlu dipertimbangkan tentang apakah akan digunakanya atau tidak ada alat bantu observasi. Dengan menggunakan alat bantu observasi, akan diperoleh dua keuntungan yaitu: (1) observasi dapat dibuat lebih lebih cermat dan sistematis (2) sangat membantu bila digunakan rekaman hasil observasi. dalam alat bantu observasi harus ditetapkan komponen-komponen dan batas-batasnya sehingga hasil observasi dapat dikuantifikasi dalam bentuk:
c)      Skor, skala, frekuensi dan persentase.
d)     Ketepatan dalam menginterpretasikan data yang telah direkam yang serasi dengan target yang ingin dicapai oleh guru/calon guru. Dalam menginterpretasikan data harus dibedakan antara data observasi dan data interpretasi. Data observasi biasanya menyajikan peristiwa sebenarnya sedangkan data interpretasi adalah data yang sudah dicemari oleh kesan dan pendapat pribadi pengamat (observer) sehingga menjadi bias.
e)      Disepakati bersama antara supervisor dan guru/calon guru.
Pada pertemuan awal harus dibuat persetujuan tentang hal-hal yang akan diobservasi. Jadi harus sudah disepakati tentang: (1) apa yang akan diobservasi, (2) mengapa hal itu dilakukan, (3) bagaimana cara melakukanya, (4) siapa yang melakukan dan (5) bagaimana cara menginterpretasikan data yang diperoleh.
b.      Tahap observasi kelas
Dalam tahap ini guru/calon guru mengajar/berlatih praktik mengajar dengan menerapkan komponen-komponen keterampilan yang telah disepakati pada pertemuan awal. Sementara itu supervisor mengadakan observasi dengan menggunakan alat perekam yang juga telah disepakati bersama. Hal-hal yang akan diobservasi adalah segala sesuatu yang tercantum dalam buku kontrak yang telah disetujui bersama dalam pertemuan awal.
Fungsi utama observasi adalah untuk “menangkap” apa yang terjadi selama pelajaran berlangsung secara lengkap agar supervisor dan guru/calon guru dapat dengan tepat mengingat kembali pelajaran dengan tujuan agar analisis dapat dibuat secara obyektif. Ide pokok dalam observasi ini adalah mencakup apa yang terjadi sehingga dengan catatan yang tersimpan dengan baik itu dapat bermanfaat digunakan kemudian dalam analisis dan komentar.
Dalam melaksanakan observasi ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
1)      Kelengkapan catatan. Usahakan mencatat sebanyak mungkin apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan selama pelajaran berlangsung. Hasilnya akan merupakan “bukti-bukti” bagi supervisor dan guru/calon guru untuk diketengahkan apabila nanti bersama-sama menganalisis apa yang terjadi selama pelajaran. Semakin spesifik apa yang digambarkan semakin berarti analisis supervisor.
2)      Fokus. Karena tidak mungkin untuk mencatat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas maka supervisor harus memilih aspek-aspek keterampilan yang perlu dicatat. Tentu saja semuanya ini dilakukan dengan persetujuan guru/calon guru dan supervisor seluruhnya.
3)      Mencatat komentar. Walaupun proses mencatat harus dilakukan secara obyektif, namun supervisor sering ingin mencatat komentar-komentar supaya mereka tidak lupa. Cara terbaik untuk melakukan hal ini adalah dengan memisahkan komentar dari catatan observasi atau dengan menggunakan tanda kurung.
4)      Pola. Adalah sangat bermanfaat untuk mencatat pola perilaku tertentu dari guru/calon guru yang akan digunakan dalam pertemuan akhir. Misalnya ada guru/calon guru dalam mengajar sering sekali menyebut kata-kata: apa namanya… contohnya,… contohnya yaitu. Pola perilaku seperti ini harus dikurangi kalau tidak dapat dihilangkan.
5)      Membuat guru tidak merasa gelisah. Pada permulaan melatih sesuatu keterampilan mengajar sering membingungkan guru/calon guru, apabila seseorang berada di belakang kelas sambil mengamati dan membuat catatan mengenai dirinya. Untuk menghilangkan perasaan gelisah ini maka dalam pertemuan pendahuluan supervisor harus menjelaskan tentang apa yang dicatatnya. Itulah sebabnya mengapa perlu dibuat persetujuan atau kesepakatan tentang apa yang akan diobservasikan dan dicatat.
c.       Tahap Pertemuan Akhir
Berbeda dengan pertemuan awal yang dapat dilangsungkan beberapa jam, bahkan sehari atau lebih awal, sebelum kegiatan mengajar dilaksanakan, pertemuan akhir harus segera dilangsungkan sesudah kegiatan mengajar selesai. Hal ini diperlukan untuk menjaga agar segala sesuatu yang trerjadi masih segar dalam ingatan baik supervisor maupun guru/calon guru. Pertemuan akhir ini merupakan diskusi umpan balik antara supervisor dan guru/calon guru. Suasana pertemuan sama dengan suasana pertemuan awal yaitu suasana akrab, terbuka, bebas dari suasana pertemuan awal yaitu suasana akrab,terbuka, bebas dari suasana menilai atau mengadili. Supervisor menyajikan data sedemikian rupa sehingga guru/calon guru dapat menemukan  kekurangan dan kelebihanya sendiri. Dalam hal ini dituntut kesabaran seorang supervisor sehingga dia tidak terjerumus untuk menilai, mengadili, ataupun mendikte guru/calon guru. Titik tolak perkembangan ini adalah kontrak yang telah disepakati pada pertemuan guru/calon guru diharapkan menyadari seberapa jauh kontrak yang telah dibuatnya itu dapat dicapai. Secara lebih rinci langkah-langkah pertemuan akhir ini adalah sebagai berikut:
a)      Memberi penguatan serta menanyakan perasaan guru/calon guru tentang apa yang dialaminya dalam mengajar/latihan praktik mengajar secara umum. Hal ini untuk menciptakan suasana santai, agar guru/calon guru tidak merasa diadili;
b)      Meriviu tujuan pelajran;
c)      Meriviu target keterampilan serta perhatian utama guru/calon guru dalam mengajar/latihan praktik mengajar;
d)     Menanyakan perasaan guru/calon guru tentang jalanya pelajaran berdasarkan tujuan dan target yang telah diriviu. Pertanyaan dimulai dengan hal-hal yang dianggap baik oleh guru/calon guru, kemudian diikuti dengan hal-hal yang dianggapnya kurang berhasil.
e)      Menunjukkan data hasil observasi yang telah dianalisis dan diinterpretasikan oleh supervisor sebelum pertemuan akhir dimulai, kemudian memberikan waktu pada guru/calon guru untuk menganalisis data dan menginterpretasikannya dan akhirnya hasil observasi tersebut didiskusikan bersama-sama.
f)       Menanyakan kembali perasaan guru/calon guru setelah mendiskusikan hasil dan interprestasi data hasil observasi tadi. Meminta guru/calon guru menganalisis proses dan hasil pelajaran yang telah dicapai oleh siswa yang diajarnya.
g)      Menanyakan perasaan guru/calon guru tentang proses dan hasil pelajaran tersebut.
h)      Menyimpulkan hasil pencapaian dalam mengajar/latihan praktik mengajar dengan membandingkan antara kontrak yang bersumber pada keinginan dan target yang telah mereka susun dengan apa yang sebenarnya telah tercapai.
i)        Menentukan secara bersama bersama rencana mengajar/latihan praktik mengajar yang akan datang baik berupa dorongan untuk meningkatkan hal-hal yang belum dikuasai dalam kegiatan yang baru lalu, maupun keterampilan yang masih perlu disempurnakan.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata bahwa prinsip-prinsip umum supervisi klinis harus menjiwai seluruh tahap kegiatan supervisi klinis. Prinsip-prinsip tersebut haruslah tercermin sebagai wawasan supervisor yang harus menjadi landasan dari setiap keputusan dan perbuatanya dalam membantu guru/calon guru.
Dalam setiap kegiatan tentu terdapat sekurang-kurangnya tiga unsur yang terkait, yaitu: (1) jenis atau isi kegiatan, ( 2) cara yang digunakan, dan (3) orang yang melakukan . tentu saja masih ada hal-hal yang juga dapat dikategorikan sebagai unsur kegiatan misalnya waktu, sarana atau peralatan. Dalam pembicaraan tentang supervisi ini masih ada lagi hal yang perlu dibicarakan juga berhubungan dengan supervisi yaitu sifat kegiatanya. Perlu diingat bahwa supervisi adalah suatu kegiatan yang bersifat membina dan memberikan bantuan, sehingga “alam” yang tercipta di dalamnya harus mendukung terjadinya kegiatan yang betul-betul mencapai tujuanya.
Pertama-tama perlu disepakati makna “teknik” yang digunakan sehubungan dengan kegiatan supervisi. Seperti kegiatan lain, teknik mempunyai makna “cara”, “strategi” atau “pendekatan”. Dengan demikian yang dimaksud dengan supervisi adalah cara-cara yang digunakan dalam kegiatan supervisi. Jika kita sudah memasuki jenis-jenis pembinaan yang dilakukan oleh pengawas dan atau kepala sekolah, kita tidak dapat melepaskan diri dari teknik yang seyogyanya digunakan.
1.      Jenis Teknik Supervisi
Sebagai pengantar uraian tentang teknik supervisi berikut ini disampaikan pendapat yang disampaikan oleh Ngalim Purwanto[5], secara garis besar, cara atau teknik supervisi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu teknik perseorangan dan teknik kelompok.
a.      Teknik perseorangan
Yang dimaksud teknik perseorangan dalam kegiatan supervisi adalah bantuan yang dilakukan secara sendiri oleh petugas supervisi, baik terjadi di dalam kelas maupun di luar kelas. Dalam hal ini yang disupervisi mungkin juga perseorangan, tetapi mungkin juga bukan hanya seorang. Maksudnya adalah memberikan bimbingan perseorangan atau individu.
(1)   Mengadakan kunjungan kelas (classroom visitation)
Yang dimaksud kunjungan kelas atau classroom visitation adalah kunjungan yang dilakukan oleh pengawas atau kepala sekolah ke sebuah kelas, baik kegiatan sedang berlangsung untuk melihat atau mengamati guru yang sedang mengajar, ataupun ketika kelas sedang kosong, atau sedang berisi siswa tetapi guru sedang tidak mengajar.
Dalam hal ini kunjungan kelas dimaksudkan untuk melihat dari dekat situasi dan suasana kelas secara keseluruhan. Apabila dari kunjungan tersebut dijumpai hal-hal yang baik atau kurang pada tempatnya, maka pengawas atau kepala sekolah dapat mengundang guru atau siswa diajak berdiskusi menggali lebih dalam tentang kejadian tersebut. Yang penting untuk diingat adalah bahwa dari kunjungan kelas seperti ini sebaiknya diperoleh hasil dalam bentuk bantuan atau pembinaan dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan kata lain, sebaiknya terjadi diskusi yang akrab dan dialog yang hangat antara supervisor dengan guru atau siswa sehingga diperoleh kesepakatan yang harmonis.
(2)   Mengadakan observasi kelas (classroom Observatin)
Yang dimaksud dengan observasi kelas atau classroom observation ialah kunjungan yang dilakukan oleh supervisor, baik pengawas atau kepala sekolah ke sebuah kelas dengan maksud untuk mencermati situasi atau peristiwa yang sedang berlangsung di kelas yang bersangkutan.
Sebagai contoh, pengawas menyaksikan guru yang sedang mengajar tidak menggunakan alat pelajaran, padahal materi pelajaran yang bersangkutan sangat memerlukan alat pelajaran. Jika tidak dengan alat, tentu siswa tidak mungkin dapat menangkap konsep yang akan mereka pelajari. Jika terjadi hal yang demikian itu, sesudah selesai mengajar pengawas dapat mengundang guru untuk mengajak diskusi, alat pelajaran apa yang mungkin dapat digunakan. Mungkin sekali guru mengetahui jenis alat yang diperlukan tetapi ternyata terbentur pada ketidak mampuan guru tersebut dalam menggunakan alat. Dalam hal seperti ini tentu saja pengawas lebih mudah memberikan bimbingan dibandingkan dengan jika guru sudah tidak tahu alat apa yang tepat digunakan.
(3)   Mengadakan wawancara perseorangan (individual interview)
Wawancara perseorangan dilakukan apabila supervisor berpendapat bahwa dia menghendaki adanya jawaban dari individu tetentu. Hal ini dapat dilakukan, pertama, apabila ada masalah khusus pada individu guru atau staf sekolah lain, yang penyelesaianya tidak boleh didengar oleh orang lain. Kedua apabila supervisor ingin mengecek kebenaran data yang sudah dikumpulkan dari orang lain. Dalam hal ini wawancara perseorangan adalah teknik yang tepat agar orang yang diwawancarai tidak terpengaruh oleh pendapat orang lain.
(4)   Mengadakan wawancara kelompok (group interview)   
Segala sesuatu biasanya mengandung kelebihan dan kekurangan. Yang baru saja kita bicarakan, yaitu wawancara perseorangan memiliki banyak keuntungan karena apa yang diperoleh supervisor adalah pendapat murni daripada yang diwawancara. Namun dibalik itu ada saja individu, terutama yang kurang memiliki kepercayaan diri, akan lebih tepat digali pendapatnya apabila ada pendamping. Mungkin sekali pada waktu dia sendirian, merasa kurang berani mengemukakan pendapat, tetapi ketika ada orang lain, dia menjadi nyerocos dalam mengemukakan pendapat. Sebagai alas an utama adalah bahwa ketika beberapa orang sedang beramai-ramai mengemukakan pendapat, dia berharap pewawancara tidak terlalu ingat siapa yang berpendapat seperti yang dia katakan.
Teknik wawancara ini dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah round table (meja bundar). Dikatakan demikian karena round table menghendaki adanya persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu situasi dan peraturan duduk dalam diskusi hendaknya memang dalam posisi lingkaran yang bundar, dimana masing-masing anggota kelompok memiliki kedudukan dan hak yang sama. Demikian juga pewawancara hendaknya duduk juga dalam lingkaran, berada di antara anggota kelompok yang lain.
b.      Teknik Kelompok
(1)   Mengadakan pertemuan atau rapat (meeting)
Fungsi komunikasi dalam manajemen sekolah dapat terlaksana dengan baik hanya apabila masing-masing warga sekolah mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapat, dan segala informasi yang ada dapat dengan segera sampai ke semua warga dengan cepat, dan dengan isi yang tepat pula. Seorang kepala sekolah yang memenuhi fungsinya dengan baik, yaitu fungsi pengetahuan (directing), pengkoordinasian (coordinating), dan pengkomunikasian (communicating), apabila dia tidak segan-segan menyelenggarakan pertemuan bersama dalam rapat dewan guru dan staf TU secara rutin. Tentu saja berapa jangka waktu jarak antara pertemuan tergantung dari pertimbangan dan kepentingan sekolah masing-masing.
(2)   Mengadakan diskusi kelompok (group discussion)
Diskusi kelompok sangat baik dilakukan sebagai metode untuk mengumpulkan data. Meskipun sudah dikelompokkan dalam wawancara kelompok, namun sebetulnya wawancara tersebut dapat digabung atau dikombinasikan dengan kelompok diskusi. Diskusi kelompok dapat juga digunakan untuk khusus antar staf pimpinan saja. Barangkali juga sekolah dapat mengadakan semacam pertemuan khusus yang dihadiri oleh guru-guru mata pelajaran tertentu, atau kelompok dengan khusus, misalnya panitia pembangunan. Diskusi kelompok dapat diselenggarakan dengan mengundanhg atau mengumpulkan guru-guru bidang studi sejenis atau yang berlainan sesuai dengan keperluanya.
(3)   Mengadakan penataran-penataran (in-service training)
Salah satu wadah untuk meningkatkan kemampuan guru dan staf sekolah adalah penataran. Dalam klasifikasi pendidikan, penataran dikategorikan sebagai in-service training, sebagai jenis lain dari preservice training yang merupakan pendidikan sebelum yang bersangkutan diangkat jadi pegawai yang resmi. Peraturan semacam ini dapat dilakukan di sekolah sendiri dengan mengundang nara sumber, tetapi dapat diselenggarakan bersama antar beberapa sekolah, jika diinginkan biaya yang lebih irit.
(4)   Seminar
Sejak diberlakukan kenaikan pangkat dengan jabatan fungsional, banyak guru yang merasa membutuhkan sertifikat yang dapat diakui sebagai angka kredit. Apabila tujuanya hanya mencari sertifikat, dan setelah mendaftar kemudian tidak mendatangi seminarnya dan hanya titip teman untuk mengembalikan sertifikatnya, itu bukanlah tindakan yang terpuji.
Cara yang baik dalam mengikuti acara seminar adalah apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh, serius, dan cermat mengikuti presentasi dan acara tanya jawab.
2.      Teknik dan Instrumen Supervisi
Teknik atau metode supervisi adalah cara-cara atau strategi yang dapat digunakan oleh bukan hanya pengawas dan kepala sekolah, tetapi juga oleh semua staf sekolah untuk mengumpulkan dalam rangka peningkatan kualitas lulusan. Oleh karena kegiatan supervisi merupakan rangkaian dua kegiatan, yaitu mengumpulkan data dan pembinaan, maka yang berkenaan dengan teknik atau metode juga menyangkut kedua hal tersebut.
Dalam menggunakan teknik atau meode pengumpulan data supervisi, seseorang akan memperoleh hasil lebih baik dan pelaksanaanya lebih mudah, apabila dibantu dengan alat instrument tetentu. Berkenaan dengan jenis-jenis teknik atau metode untuk mengumpulkan data supervisi, misalnya dengan metode wawancara, petugas dapat saja tidak menggunakan alat atau instumen. Ia akan bertanya apa saja menurut apa yang dapat diingat. Jawaban dari responden juga hanya diingat-ingat atau dic atat dalam bentuk catatan singkat. Hasil wawancara tentu akan lebih banyak, lebih baik dan lebih lengkap apabila ia menggunakan instrument lain yang berupa pedoman wawancara.
Beberapa metode untuk pengumpulan data supervisi yang dapat disarankan adalah: (1) kuesioner atau angket, (2) wawancara atau interview, (3) pengamatan atau observasi, (4) dokumentasi, (5) test, (6) diskusi terfokus, (7) kunjungan rumah, (8) seminar dan lokakarya.
Satu metode yang kiranya juga efektif digunakan adalah diskusi informal dengan siswa. Pengawas, kepala sekolah, atau guru, dapat secara tidak terlalu formal menjumpai siswa yang baru keluar dari kelas ketika jam istirahat, baik secara individual atau kelompok. Dalam kesempatan tersebut dapat digali banyak sekali informasi tentang pelajaran yang baru saja berlangsung di kelas. Dengan cara yang kelihatanya tidak formal tersebut justru akan keluarlah semua “ganjalan” yang dirasakan oleh siswa, dan informasi itulah yang kiranya tepat digunakan sebagai bahan pembinaan.
Pengamatan kelas tetap merupakan teknik yang tepat. Jika faham lama memandang pengamatan kelas oleh pengawas dan kepala sekolah sebagai metode pengumpulan data untuk pembinaan, maka dengan konsep baru supervisi, pengamatan kelas hanya merupakan salah satu saja diantara banyak metode pengumpulan data yang dapat digunakan sebagai bahan pembinaan pengawas dan kepala sekolah tetap sebagai personilyang tepat melakukanya. Jika mereka memiliki keterbatasan kemampuan karena latar belakanag pendidikan yang kurang pas dengan bidang study atau mata pelajaran yang diamati, tidak mengapa. Focus pengamatan tidak harus tertuju pada subtansi atau materi pelajaran, tetapi bisa juga pendekatan pembelajaran secara umum saja. Pengawas dan kepala sekolah adalah orang-orang yang sudah cukup “makan garam” dalam mengajar karena memiliki pengalaman lama sebagai guru. Selain alasan itu mereka sudah terpilih menjadi pengawas atau kepala sekolah sehingga memiliki legalitas formal. Mereka tentu memahami pendekatan mengajar yang baik, gaya mengajar yang tepat sesuai dengan selera siswa, serta hal-hal lain yang mendukung penguasaan materi pelajaran. Dengan demikian data yang mereka peroleh akan sangat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran pada umumnya.
Selain pengawas dan kepala sekolah, guru-guru sejenis yang bersama-sama berada dilingkungan sekolah yang berdekatan tempat, atau yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata pelajaran (MGMP), dapat saling berkunjung ke kelas guru sejawat untuk melakukan pengamatan kelas. Sayang sekali bahwa pada umumnya orang-orang di Indonesia memiliki sifat pemalu dan merasa “risih” jika ada orang lain berada di kelsnya selagi mereka mengajar. Kebiasaan dan sifat pemalu ini tentu akan menjadi penghambat yang besar bagi setiap pengamatan kelas, termasuk yang mestinya dilakukan oleh pengawas dan kepala sekolah. Selain pemalu, ada hambatan lain bagi terselenggaranya pengamatan kelas, yaitu”sifat merasa baik” apa yang mereka lakukan dan tidak perlu lagi diperbaiki. Seperti apa yang dikatakan dalam sebuah pepatah “Gajah dipelupuk mata tidak tampak, debu di seberang lautan tampak di mata”. Kesalahan yang besar pada dirinya tidak dirasa sedangkan kesalahan orang lain yang sangat kecil dapat dilihat. Budaya dan sifat-sifat merasa sudah baik ini perlu segera dimulai untuk dikikis, agar peningkatan yang sudah dirancang untuk dilaksanakan tidak terhambat.
3.      Teknik dan Standar Penilaian Supervisi
Meskipun kegiatan supervisi bukan dimaksudkan untuk menilai tetapi untuk memberi bantuan dan pembinaan berdasarkan data yang benar, rinci, tepat, dan komperhensif, namun pekerjaan tersebut tidak terlepas dari menilai. Jika kondisi suatu komponen atau indikator sudah dinyatakan “baik”, tentu saja sifat pembinaanya akan berbeda dengan jika kondisinya “belum baik”. Untuk dapat menentukan “baik” dan “belum baik”, tentu saja supervisor mau tidak mau harus menempatkan dirinya sebagai penilai. Dalam melakukan penilaian seorang supervisor tentu harus menggunakan standar sebagai patokan atau ukuran.
Yang dimaksud dengan standar atau tolok ukur adalah suatu kondisi tertentu dan optimal yang diharapkan untuk dapat dicapai oleh suatu objek yang diukur atau dinilai.
Standar penilaian diperlukan oleh supervisor (karena bukan hanya satu orang), untuk menyamakan persepsi bagi beberapa pelaku. Dengan adanya standar penilaian maka mereka akan terhindar dari unsur yang berbau subjektifitas atau pengaruh subjektivits penilai. Penilai adalah manusia biasa yang secara alamiah mudah terkena pengaruh emosi sesaat. Manfaat standar ini dalam supervisi adalah:
1.      Memberikan keputusan yang sama untuk penilai yang berbeda, agar diperoleh penilaian yang sama.
2.      Memberikan pedoman untuk seorang penilai yang melakukan penilaian dalam waktu yang berbeda, agar dapat memberikan hasil yang sama.
3.      Untuk menjaga agar penilai tidak terpengaruh oleh kondisi fisik dan emosi yang berbeda, misalnya penilai pada waktu badan sedang tidak terlelu sehat dan tidak sehat, atau dalam keadaan senang ataupun susah.    
Adapun untuk menyusun sebuah standar, penyusun dapat mengacu pada 5 (lima) cara, yaitu:
1)      Mengacu pada peraturan atau ketentuan yang berlaku, misalnya Undang-undang, peraturan pemerintah, pedoman, panduan, dan lain hal yang merupakan produk hukum.
2)      Mendasarkan diri pada teori atau konsep yang sudah diakui kebenaranya dengan menerapkan dalil-dalil atau teori yang terdapat di buku-buku ilmu pengetahuan. Dalam hal ini penyusun standar dimungkinkan menggabung dua teori atau lebih.
3)      Menggunakan hasil yang sudah dipublikasikan sendiri oleh penelitian, misalnya lewat perpustakaan. Dalam hal ini penyusun standar perlu benar-benar mempertimbangkan dan memilih hasil penelitian mana yang pantas dan yang kurang pantas dijadikan acuan penyusunan standar.
4)      Mendiskusikan dengan kelompok yang mempunyai kemampuan atau keahlian sejenis, yang diperkirakan sanggup memberikan pendapat atau pandangan yang tajam tentang objek yang bersangkutan. Proses seperti ini dikenal dengan istilah “mengadakan kesepakatan bersama”.
5)      Memikirkan dan membuat pertimbangan sendiri berdasarkan pemikiran dan penalaran yang benar dan runtut, yang dapat diterima oleh akal sehat. Proses penentuan standar dengan cara ini dikenal dengan istilah “standar” karena penalaran sendiri.
Adapun standar yang menunjukkan kondisi optimal diberikan untuk semua komponen adalah :
1.      Komponen siswa
2.      Komponen Guru dan Staf Lain
3.      Komponen Kurikulum dan Pembelajaran
4.      Komponen sarana dan Prasarana
5.      Komponen pengelolaan
6.      Komponen lingkungan dan Situasi Umum.[6]
Bila kita tinjau dari banyaknya guru, yang dibimbingnya maka dapat dibedakan atas teknik kelompok dan teknik perorangan.
a.       Teknik kelompok.
Kadang-kadang supervisor menghadapi banyak guru yang mempunyai masalah yang sama, teknik-teknik yang dapat dipakai antara lain:
1.      rapat guru-guru.
2.      worshop
3.      seminar
4.      bacaan kepemimpinan
5.      konseling kelompok
6.      bulletin board
7.      karya wisata
8.      questioner
9.      penataran atau penyegaran
b.      Teknik-teknik perorangan dipergunakan bila masalah khusus yang dihadapi oleh seseorang guru tertentu meminta bimbingan tersendiri dari supervisor.
Kita dapat mempergunakan teknik-teknik berikut:
1.      Orientasi bagi guru-guru baru.
2.      Kunjungan kelas atau classroom observation
3.      Individu converence, atau pertemuan individu antar supervisor dengan guru yang bersangkutan.
4.      Kunjungan rumah.
5.      Intervisitation, atau saling mengunjungi.
Bila kita lihat cara menghadapi guru-guru yang dibimbing maka dapat kita bedakan menjadi dua, yaitu teknik langsung dan teknik tak langsung.
a.      Teknik langsung
1)      Menyelenggarakan rapat guru
2)      Menyelengagarakan workshop
3)      Kunjungan kelas.
4)      Mengadakan converence
b.      Teknik tidak langsung
1)      Melalui Bulletin board
2)      Melalui Questenair
3)      Membaca terpimpin
4)      Dan lain-lain.
Berikut akan dibahas teknik-teknik supervisi ditinjau dari banyaknya guru yang dibimbing maupun dari segi cara menghadapi guru-guru. Namun kami hanya akan menguraikan serba singkat beberapa teknik saja.
Teknik Supervisi dibedakan menjadi 2:
1.      Teknik yang bersifat individual.
2.      Teknik yang bersifat kelompok.
Ad. 1  Teknik yang bersifat individual,
Teknik supervisi yang bersifat individual antara lain:
1.      Perkunjungan yang dilakukan Kepala Sekolah ke dalam kelas dimana guru sedang mengajar, dengan tujuan menolong guru-guru dalam hal pemecahan kesulitan yang mereka hadapi.
Jenis-jenis perkunjungan kelas:
a.       Perkunjungan dari perkunjungan yang seperti ini adalah:
1.      Supervisor dapat mengetahui keadaan sesungguhnya sehingga ia dapat menentukan sumbangan apa yang diperlukan oleh guru tersebut.
2.      Bagi guru kunjungan tiba-tiba merupakan latihan dalam melaksanakan tugas mengajar agar guru selalu siap.
Sedangkan kelemahanya adalah:
1.      Guru menjadi bingung dengan datangnya supervisor yang secara tiba-tiba itu karena ia berprasangka bahwa pekerjaanya akan dinilai.
2.      Apabila guru yang kurang senang dikunjungi ia beranggapan bahwa supervisor bahwa supervisor datang untuk kesalahan saja sehingga timbul hubungan yang kurang baik antara guru dengan supervsisor.
a.       Perkunjungan dengan memberitahukan terlebih dulu maksudnya Kepala Sekolah datang ke kelas berdasarkan jadwal yang telah direncanakan dan diberikan pada tiap kelas yang akan dikunjungi.
Keuntunganya adalah pembagian waktu yang merata bagi pelaksanaan supervisi terhadap semua guru yang memerlukanya, sedangkan kelemahanya adalah ada kemungkinan pengurangan kesempatan bagi guru yang lebih banyak memerlukan supervisi, keterbatasan waktu yang ditentukan itu menekan guru yang bersangkutan harus menunggu giliran berikutnya.
b.      Perkunjungan atas undangan guru, maksudnya seorang guru mengundang Kepala Sekolah untuk mengunjungi kelasnya, tetapi jarang sekali ada seorang guru yang menghendaki pimpinanya melihat suasana waktu ia melaksanakan tugas mengajar.
Keuntungan:
1.      Bagi supervisor akan memperoleh pengalaman belajar mengajar yang mungkin ia miliki.
2.      Bagi guru yang kurang mampu akan memperoleh tambahan pengalaman jabatan yang sebanyak mungkin sehingga hubungan guru dengan supervisor baik sekali.
Kelemahanya, guru membuat suasana yang tidak wajar atau dibuat-buat. Ketidakwajaran ini akan menimbulkan kesukaran untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.
2.      Observasi Kelas (Classroom Observation)
Supervisor mengadakan observasi dengan jalan meneliti suasana kelas selama pelajaran berlangsung dengan tujuan untuk memperoleh data yang seobyektif mungkin sehingga dengan bahan yang diperoleh dapatlah digunakan untuk menganalisa kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru-guru dalam usaha memperbaiki proses belajar mengajar.
Untuk memperoleh data tentang situasi belajar mengajar yang baik digunakan beberapa alat antara lain:
1.      Check list
Yaitu suatu alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam melengkapi keterangan-keterangan yang lebih obyektif terhadap situasi belajar mengajar di dalam kelas. Bentuk dari check list tersebut merupakan suatu daftar yang berisi items-items yang sudah disediakan terlebih dahulu dan penjawab hanya tinggal mencheck tiap items tersebut.
2.      Percakapan Pribadi (individual conference)
Yaitu percakapan pribadi antara supervisor dengan seorang guru. Yang dipercakapkan adalah usaha-usaha untuk memecahkan masalah-masalah pribadi yang ada hubunganya dengan jabatan mengajar.
Jenis-jenis percakapan pribadi melalui perkunjungan kelas menurut George Kyte:[7]
a.       Percakapan pribadi setelah kunjungan kelas. Setelah supervisor mengadakan kunjungan kelas dimana supervisor telah mencatat segenap aktivitas yang dilaksanakan oleh guru dalam mengajar. Kemudian atas permufakatan bersama akan mengadakan percakapan pribadi untuk membicarakan hasil kunjungan itu.
b.      Percakapan pribadi melalui percakapan sehari-hari. Supervisor mengadakan hubungan dengan guru secara tidak langsung menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan pengajaran yang dibina oleh guru yang bersangkutan.
3.      Saling mengunjungi kelas (Inter visition)
Saling mengunjungi antara rekan guru yang satu dengan guru yang lain yang sedang mengajar.
Kebaikan dari teknik ini adalah:
a.       Memberi kesempatan pada rekan lain untuk mengamati guru yang sedang mengajar.
b.      Membantu guru-guru lain yang ingin memperoleh pengalaman ketrampilan tentang teknik dan metode mengajar serta berguna bagi guru yang menghendaki kesulitan.
c.       Memberi motivasi yang terarah terhadap aktivitas mengajar.
4.      Menilai diri sendiri (Self evaluation Check-List).
Salah satu tugas yang paling sulit bagi guru adalah melihat kemampuanya sendiri dalam menyajikan bahan pelajaran.
Alat yang dapat digunakan dalam menilai diri sendiri adalah:
a.       Membuat suatu daftar yang disampaikan kepada murid untuk menilai pekerjaan atau suatu aktivitas.
b.      Menganalisa tes-tes terhadap unit-unit kerja.
c.       Mencatat aktivitas murid-murid dalam suatu catatan baik mereka bekerja kelompok maupun secara perseorangan.
Ad. II. Teknik Yang bersifat Kelompok
Yaitu teknik yang digunakan itu dilaksanakan bersama-sama oleh supervisor dengan sejumlah guru dalam satu kelompok.
Teknik-teknik itu antara lain:
1.      Pertemuan Orientasi Bagi Guru Baru (Orientation Meeting For New Teacher).
Salah satu daripada pertemuan yang bertujuan khusus mengantar guru untuk memasuki suasana kerja yang baru, tetapi hal ini tidak berlaku pada guru-guru baru saja melainkan dilakukan untuk seluruh staf guru.Yang perlu diorientasikan pada guru-guru adalah:
a.       Sistem kerja sekolah itu dan penjelasan tentang tata tertib sekolah.
b.      Proses dan mekanisme Administrasi dan organisasi sekolah.
c.       Tanyajawab dan penyajian seluruh kegiatan dan situasi sekolah
d.      Diadakan diskusi kelompok setelah orientasi.
2.      Panitia Penyelenggara.
Guru dilibatkan dalam suatu kegiatan bersama yang terorganisir dan ditunjuk beberapa orang guru sebagai penanggungjawab pelaksanaan organisasi tersebut. Dalam melaksanakan tugas ini guru mendapat pengalaman-pengalaman dalam mencapai tujuanya sehingga guru dapat tumbuh dan berkembang dalam profesi mengajarnya dengan adanya pengalaman-pengalaman itu.
3.      Rapat Guru
Di dalam rapat guru ini Kepala Sekolah mengadakan pertemuan dengan guru-guru guna membahas masalah-masalah yang timbul pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Sedangkan tujuan diadakanya rapat guru adalah:
a.       Menyatukan pandangan-pandangan guru tentang konsep umum maka pendidikan dan fungsi sekolah dalam pencapaian tujuan pendidikan yang menjadi tanggungjawab mereka bersama.
b.      Mendorong guru-guru untuk melaksanakan tugas-tugasnya sebaik-baiknya dan mendorong pertumbuhan mereka.
c.       Menyatukan pendapat tentang metode-metode kerja yang akan membawa mereka kearah pencapaian tujuan pendidikan.
Jadi dengan adanya rapat guru dapat dibantu baik secara individu maupun secara kelompok untuk menemukan dan menyadari kebutuhan mereka, menganalisa problema-problema mereka dan mempertumbuhkan diri sendiri dan jabatan mereka.
4.      Studi kelompok antar Guru.
Guru-guru yang mengajar dalam mata pelajaran yang sama berkumpul untuk mempelajari suatu masalah yang atau sejumlah bahan pelajaran, selain itu juga membahas ilmu pengetahuan yang sedang berkembang.
5.      Diskusi sebagai proses kelompok
Pertukaran pendapat tentang suatu masalah untuk dipecahkan bersama, dengan adanya diskusi dapat mengembangkan ketrampilan anggota atau guru dalam mengatasi kesulitan-kesulitan dengan jalan bertukar pikiran diantara guru.
Kegunaan diskusi dalam mengembangkan profesi guru:
a.       Guru lebih dapat mawas diri.
b.      Guru dapat memperoleh pendapat-pendapat dari guru lain.
6.      Tukar Menukar Pendapat (Sharing of Experience).
Dalam hal ini guru adalah orang yang berpengalaman, maka dengan adanya pertemuan itu guru saling tukar pikiran atau pengalaman, saling memberi dan menerima, saling belajar satu dengan yang lain. Dengan satu tujuan untuk/agar guru dapat belajar dari pengalaman temanya dalam membimbing murid dalam proses belajar mengajar.
7.      Loka karya (Workshop)
Dalam workshop disediakan suatu ruangan khusus yang dilengkapi dengan sumber pustaka dan berbagai peralatan sehingga guru dapat bekerja dan belajar dalam ruangan itu. Hal ini dapat dilakukan secara kelompok maupun individu. Salah satu tujuan dari lokakarya ini adalah agar guru dapat menyusun contoh model satuan pelajaran untuk tiap bidang studi.
8.      Diskusi Panel.
Diskusi panel adalah satu bentuk diskusi yang dipentaskan dihadapan sejumlah participant atau pendengar. Biasanya panel ini digunakan untuk memecahkan suatu problema yang mana para panelistnya terdiri dari orang-orang yang dianggap ahli dalam lapangan yang sedang didiskusikan.[8]
Tujuan diadakanya diskusi panel ini adalah:
a.       Untuk menjajaki suatu masalah secara terbuka supaya dapat memperoleh lebih banyak pengetahuan dan pengertian tentang masalah tersebut dari berbagai susdut pandang.
b.      Untuk menstimulir para pendengar dan participant agar mengarahkan perhatian terhadap masalah yang dibahas melalui dinamika kelompok sebagai hasil interaksi dari panelist.
9.      Seminar.
Dalam seminar yang dibahas adalah suatu masalah yang disampaikan oleh pemrasaran dan diberikan pada para participant untuk menyanggah masalah yang dibahas oleh pemrasaran.
10.  Symposium.
Suatu teknik pembahasan suatu masalah untuk meninjau suatu pokok bahasan yang ditulis oleh beberapa ahli dan dikumpulkan serta diterbitkan sebagai suatu buku yang ditinjau dari berbagai sudut pandangan. Tujuanya adalah untuk mengorganisir pengertian dan pengetahuan tentang aspek suatu pokok masalah atau untuk membandingkan sudut pandang yang berbeda tentang masalah atau pokok bahasan tersebut.
11.  Pelajaran Contoh (Demonstration Teaching).
Suatu teknik yang bersifat kelompok bilamana supervisor itu memberi penjelasan-penjelasan kepada guru-guru tentang mengajar yang baik. Dikatakan bersifat perseorangan apabila supervisor menggunakan suatu kelas dan memberikan penjelasan tentang teknik mengajar yang baik bagi seorang guru. Suatu demonstrasi yang baik harus direncanakan dengan teliti dan mempunyai suatu tujuan tertentu dan memberi kesempatan kepada guru untuk melihat metode-metode mengajar yang baru atau berbeda.
Kekurangan dari teknik ini:
a.       Perkembangan mengajar berpusat pada pusat minat atau suatu kegiatan yang membutuhkan waktu yang lama untuk demonstrasi mengajar.
b.      Ketidakmampuan supervisor untuk mengadakan demonstrasi mengajar.
c.       Banyak guru yang tidak mau mengadakan demonstrasi atau membantu supervisor dalam mengadakan demonstrasi.
12.  Perpustakaan Jabatan
Dalam suatu sekolah disedikan ruangan khusus untuk perpustakaan jabatan sendiri yang berisi buku-buku sumber majalah, brosur dan bahan lainya yang telah diseleksi dengan teliti mengenahi suatu bidang studi. Dengan adanya perpustakaan yang berisi buku-buku tentang bidang studi sangat memperkaya pengetahuan dan pengalaman guru sehingga ia dapat tumbuh dan berkembang dalam profesi mengajar.
13.  Bulletin Supervisi
Kepala Sekolah selaku supervisor mengeluarkan suatu bentuk tulisan yang digunakan sebagai alat untuk membantu guru-guru dalam memperbaiki proses belajar mengajar.
Misalnya       :  - informasi mengenai metode-metode mengajar yang  baru dan baik –
                        - adanya system pengajaran PAKEM
                        - pernyataan singkat dari kepala sekolah mengenai program pendidikan.
14.  Membuka langsung (Directed Reading).
Guru membaca langsung sumber-sumber pustaka yang ada apabila dalam sekolah itu tersedia. Teknik ini sangat membantu guru untuk meningkatkan pengalaman mengajar mereka. Oleh karena karena itu adanya peningkatan kegairahan membaca dikalangan guru.
15.  Mengikuti kursus.
Suatu alat yang dapat membantu guru dalam mengembangkan pengalaman profesi mengajar dan menambah ketrampilan guru dalam melengkapi profesi mereka.
Guru yang mengikuti kursus diarahkan diarahkan ke 2 hal:
1.      Sebagai penyegaran.
Di sini guru sudah mendapat pngetahuan tetapi pengetahuan itu sudah lama sekali dimiliki yang bersifat rutin, maka perlu penyegaran supaya gairah mengajar dialihkan dari suatu yang rutin kepada situasi yang baru dan menyenangkan.
2.      Sebagai usaha peningkatan pengetahuan, ketrampilan dengan mengubah  sikap tertentu.
Dalam hal ini guru mengikuti kursus yang bersifat penetaran sehingga guru memperoleh pengetahuan dan ketrampilan tambahan sehingga mereka akan mengalami peningkatan dalam profesi mereka.
16.  Organisasi Jabatan (Professional Organisation).
Suatu kelompok jabatan yang membentuk organisasi dalam melaksanakan suatu kegiatan.
Misalnya: organisasi pengembangan kurikulum.
17.  Curriculum Laboratory
Suatu tempat yang dijadikan pusat kegiatan dimana guru dapat mengadakan percobaan untuk mengembangkan kurikulum.
Dalam laboratorium tersebut terdapat:
-          Sumber-sumber pustaka, majalah.
-          Bermacam-macam bahan pelajaran seperti unit pelajaran, gambar-gambar, buku pegangan, bacaan tambahan dan contoh-contoh lainya.
18.  Pelajaran Sekolah Untuk Anggota Staff (Field Trip).
Guru mengadakan perjalanan sekolah atau berkunjung ke suatu daerah atau sekolah yang lebih maju dengan tujuan untuk belajar dari sekolah tersebut.
Misalnya: berkunjung ke sekolah teladan.
Dalam field trip yang dilakukan oleh guru-guru hendaknya guru mendiskusikan peraturan-peraturan selama field trip itu dan setiap guru harus mengambil peranan yang aktif.
Menurut LESTER B. SANDS seperti yang dikutip oleh Mantja[9] Prosedur teaching dibedakan menjadi 3 yaitu:
1.      Ekskursi (excursion).
Perjalanan sekolah yang dilakukan oleh suatu kelompok dengan tujuan mempelajari sesuatu secara menyeluruh, letak obyek perjalanan biasanya dekat dengan sekolah.
2.      Studi Trip.
Perjalanan sekolah yang khusus mempelajari hal tertentu.
3.      Tour
Sejenis excusion yang memakan waktu yang agak panjang meliputi daerah yang luas, jadi membutuhkan beberapa minggu lamanya. Jenis ini dipakai oleh kepala sekolah untuk mengembangkan kecakapan dan keahlian guru dalam jabatanya.




[1] Acheson, Keith A and Meredith Damien Gall, Techniques in The Clinical Supervision, Preservice and Insrvice Applications. Longman: New York & London 1987, hal. 13
[2] Ibid hal. 27
[3] Ibid, hal. 11
[4] Ibid, hal. 10.
[5] Purwanto, M Ngalim, Administrasi, hal. 340.
[6] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Supervisi, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, hal. 67

[7] Kyte, George, Supervision a Guide to Practice. 2nd ed. Colombus: Charles E. Merril Publishing Co, 1986, hal, 203.
[8] Sahertian, Prinsip dan Teknik, hal. 111.
[9] W. Mantja, Prefesionalisasi Tenaga Kependidikan: Manajemen Pendidikan dan Supervisi Pengajaran Kumpulan Karya Tulis Terpublikasi, Malang: Elang Emas, 2007, hal. 117.

1 komentar:

  1. terima kasih makalahnya yang sangat bermanfaat buat saya.ijinkan saya untuk mengambilnya

    BalasHapus